Manusia sejatinya membutuhkan agama, walau tidak semua manusia mempercayainya (Atheis). Karena yang demikian itu, sangat tergantung kepada pengaruh lingkungan dan hidayah yang diterima dari Tuhannya.
Setiap manusia lahir telah membawa fitrah ketuhanan yaitu potensi untuk menjadi percaya pada Tuhan. Itulah potensi dasar yang menjadikan manusia cenderung kepada kebaikan, mencintai kebaikan dan melaksanakan sesuatu yang dianggapnya baik.
Agama sejak nabi Adam sampai nabi penutup Muhammad Saw. ajarannya cuma dua hal pokok yaitu bagaimana membangun relasi manusia dengan Tuhan dan relasi manusia dengan manusia.
Dalam konteks ini, agama menjadi jalan tengah atas segala kepentingan dan kebutuhan manusia baik “hablum minallah” maupun “hablun minannas”. Hal tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah Saw: “Agama adalah Nasehat, kami berkata: kepada siapa? Beliau menjawab: Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslim dan rakyatnya.”
Hadits tersebut diatas memberi gambaran posisi agama tidak saja mengatur hubungan manusia dengan pencipta-Nya. Tetapi, memiliki peran sosial yang vital, sehingga agama menjadi alat pemersatu umat bukan sebaliknya.
Seseorang yang telah memeluk agama dan taat, Maka semakin ia menghargai orang, semakin penyayang kepada manusia, dan solidaritas kemanusiaan-nya semakin paripurna. Agama menjadi refleksi diri bagi pemeluknya, menasehati dirinya untuk selalu menebar keteduhan, ketenteraman, kedamaian dan kebaikan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik diantara kamu adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
Dalam hadits tersebut Rasulullah memberi predikat manusia paling baik. Bukan karena ibadahnya, bukan karena kekayaannya, bukan karena kedudukannya dan pangkatnya. Tetapi, manusia yang paling baik adalah yang banyak investasi sosialnya yaitu manusia yang selalu memberi kemanfaatan pada lingkungannya.
Gusdur pernah berkata, jika seseorang dalam beribadah masih terganggu dengan kehadiran simbol agama lain, maka yakin lah orang tersebut belum sempurna agamanya.
Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa agama seharusnya menjadi perekat, pemersatu dan menjadi alat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan saling mencegah dalam keburukan. Agama jangan dijadikan alat dan alasan untuk berpecah belah. Karena agama sejatinya adalah nasehat dan menjadi urusan pribadi masing-masing “Lakum Diinukum Waliyadiin.”
Dalam bulan suci Ramadhan umat Islam dituntut memperbanyak ibadah “Mahda” tetapi jangan melupakan ibadah “Ghairu Mahda” yaitu ibadah sosial diantaranya berbagi dengan kaum fakir dan miskin, memperbanyak infaq, zakat dan shadaqah karena dengannya fitrah kesucian manusia akan selalu terjaga dan itu pula gambaran komitmen beragama seseorang karena Agama Adalah Refleksi Diri, inilah Berkah Ramadhan. Semoga…
Majene, 20 Mei 2019 M/ 15 Ramadan 1440 H