Bonus Perjalanan Ziarah Ke Makam Tosalama Desa Riso

Makam Tosalama Desa Riso
Makam Tosalama Desa Riso. Foto: Karmila Bakri / pattae.com

Kejadian banjir bandang dan tanah longsor di Desa Riso, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat (26/8). Memacu semangat gerak untuk segera membentuk tim assesment. Yah, bersama Komunitas Bola Literasi Nusantara atau biasa disingkat Blantara, tepat tanggal 1 September 2021, dengan menggunakan dua unit kendaraan motor, 4 volunteer, segera gas full menuju TKP.

Kurang lebih sejam menempuh perjalanan, hingga tiba di Posko Karang Taruna Desa Riso. Sambut hangat para pemuda, pengambilan data lewat kertas yang ditempel di posko, sembari sejenak melingkar wawancara santai, terkait data penyebab banjir dan tanah longsor.

Keakraban pun mengantarkan menuju TKP, bentaran sungai cukup menjadi saksi bisu, jalan aspal terputus, nampak sisa bangunan yang terbawa arus, menyambut kedatangan kami, tiang listrik roboh, lalu lalang warga menjadikan tepian sungai, menjadi jalur penyeberangan.

Yah, andaikan alam bisa berbicara, pohon-pohon, sungai-sungai dan bebatuan. Mereka akan berseru kenapa kami ditebang, pinggiran sungai menjerit terkikis. Yah, batang-batang pohon bersisa, jembatan terputus, dua rumah pun hilang tersapu banjir.

Satu rumah tertimbun akibat longsor, dua rumah rusak berat ambruk, dan dua lagi rusak ringan. Belasan rumah yang tak jauh dari tepian bibir sungai juga terancam. Imajiku liar seketika, akankah kita mampu mendengarkan sejenak pengaduan alam kepada manusia, kenapa ini terjadi?, jawaban-jawaban itu, bisa kita temukan dengan menggunakan kacamata realita, bukan bermaksud untuk saling menyalahkan ini salah siapa.

Yah, penyadaran tentang laku kesadaran ekologis, dimana lingkungan hidup, penting untuk kehidupan manusia, sampai pada adanya perubahan positif yang signifikan, dalam memandang dan memperlakukan alam semesta secara manusiawi.

Komunitas Blantara saat berada di lokasi banjir bandang desa Riso, Kecamatan Tapango

Data ril pun kami kantongi, untuk kemudian menjadi rujukan donasi. Sesuai kesepakatan hari Minggu (5/9) eksekusi penyaluran langsung, kepada korban terdampak.

Disela-sela diskusi santai, sembari menyaksikan sisa-sisa banjir dan tanah longsor. Aku pun menyisipkan pertanyaan “Kak, di daerah hulu atau pegunungan apakah ada tambang, atau penebangan pohon liar?,”.

“Tambang tidak ada kak, namun di sana ada penebangan pohon,” kata As’ad Bunasir selaku ketua posko.

Yah, sejenak aku terdiam, dan tak melanjutkan lagi pertanyaan terkait penyebab banjir dan tanah longsor, sebab jawaban ketua posko tersebut cukup mewakili jawaban atas pertanyaanku.

Aku, Sira, Tina dan Rahma pun kembali melebur bersama As’ad Bunasir dan Rusli Majid. Diskusi-diskusi santai, dan tiba saatnya aku bertanya, “Di sini ada makam Tosalama ya?,”.

“Makam Tosalama letaknya kurang lebih 500 meter dari sini, depan Kantor Desa Riso ada lorong, kita bisa berkendaraan motor sampai ke tepi sawah, dan jalan kaki melewati pematang sawah. Menempuhnya tidak jauh untuk sampai ke makam,” ungkap Rusli Majid begitu antusias menjelaskan rute.

“Kami selalu mencari bonus-bonus perjalanan. Yah, Alhamdulillah ternyata di Desa Riso kami temukan bonus perjalanan, berupa makam Tosalama,” ungkapku penuh bahagia.

Ziarah makam para Tosalama, atau yang diberi karomah oleh Tuhan, itu bagian dari kebiasaan, yang mana kita tidak bisa dipisahkan oleh spirit, para orang-orang suci, lewat perantara makam. Kita bertawassul, bersilaturahmi, dan mengakui keberadaannya, sebagai tangga perjalanan kebatinan, meneguk sari-sari teladan dan karomah semasa beliau hidup.

Segeralah kami bergegas menuju makam, dan dua pemuda desa, siap menemani. Namun, langkah terhenti di posko sebab, beberapa relawan dari komunitas lain juga telah bertandang ke Posko membawa donasi. Dengan bijaksana, kami rela tidak di antar, cukup peta yang digambarkan tadi, sudah jelas membuat tidak kesasar.

Namun As’ad Bunasir tetap mengantar sampai tepi lorong, kami pun berempat melanjutkan perjalanan, nampak papan jalan menjadi penanda awal, tertulis Jalan Tosalama. Dengan mengikuti jalan beton, seorang bapak pun menghampiri. Kami bertanya tentang posisi makam, beliau pun menyambut dan siap mengantar sampai ke tepi sawah, hingga menunjukkan posisi makam.

Sepanjang jalan aku bertanya tentang karomah Tosalama tersebut, bapak itu pun memberikan satu nama narasumber.“Silahkan nak, nanti disana itu kalian singgah di rumah mantan kepala desa. Namanya Bapak Andi Hatta, beliau yang paham tentang sejarah Tosalama,”.

“Terima kasih kasih pak, telah rela mengantar hingga menunjukan posisi makam,” ungkap Sira, bapak pun tersenyum dan pelan berjalan balik haluan.

Yah, perjalanan dilanjutkan dengan melewati pematang sawah, suasana persawahan adem angin sepoi-sepoi mengiringi, tak jauh berjalan, akhirnya tibalah di Makam Tosalama. Bangunan itu berdinding tembok, kurang lebih dua meter, di dalam terdapat Makam Tosalama, bernisan kayu dan bergerigi, entah karena lapuknya ataukah memang hasil ukiran. Di dinding kuburan bertuliskan Puang Karama.

Ziarah ke Makam Tosalama Desa Riso

Wangi do’a dan surah Al-fatiha kami lantunkan, ditepi kuburan ada botol berisi air, sungguh menyirami makam, ada kebahagiaan tersendiri, alhamdulillah ini bonus perjalanan.

Sepulang dari makam, nama Bapak Andi Hatta menjadi pemantik semangat, hingga akhirnya tibalah, di kediaman beliau. Nampak seorang pemuda menyambut.

Tina pun bersuara “Kak apa boleh kami bertemu dengan bapak,”.

Pemuda itu menjawab, “Maaf, bapak lagi sakit sudah tidak mampu duduk lama. Beliau sakit stroke sudah lama, tapi tunggu dulu saya masuk siapa tahu bisa kalian bertemu,”.

Perasaan justru tidak enak, sebab pemuda tersebut tetap antusias memfasilitasi. Yah, tak lama kemudian, sosok ibu keluar dari rumah dan menyambut dengan senyum manis.

“Tabe’ nak, kalian dari mana, bapak sudah tidak kuat lagi duduk lama,” ungkap Hj,Sitti istri dari bapak Andi Hatta.

“Kami dari assement lokasi banjir dan tanah longsor Puang. Namun, kami juga baru saja ziarah makam Tosalama. Sedikit mau tahu tentang sejarah Tosalama,jika berkenan Puang bercerita,” ungkap ku penuh harap.

“Oh iya, konon Tosalama berasal dari mandar, dan menetap di sini, berbaur dengan leluhur kami masyarakat adat Suku Pannei. Tosalama ini memiliki keluarbiasaan, sebelum meninggal beliau berpesan, jika saya meninggal tolong dimakamkan di daerah sungai itu. Tidak lama kemudian setelah Tosalama meninggal, air sungai tersebut tiba-tiba surut dan mengering, tidak lagi diairi aliran sungai. Maka, Tosalama dimakamkan sesuai wasiat beliau,” ungkap Hj.Sitti.

“Di daerah itu dulu sungai nak, saat ini sudah jadi persawahan, yang dinikmati oleh warga sekitaran sini. Andaikan masih jadi sungai, mungkin perkampungan ini juga sudah tersapu banjir,” terang Hj Sitti.

Kepuasan menikmati bonus perjalanan, selain mendapatkan data korban banjir dan tanah longsor. Spirit keluarbiasaan Tosalama Di Desa Riso pun kami teguk. Di sekitaran makam sumber penghidupan warga, sawah dan beberapa tanaman petani tumbuh dengan subur.[*]