Cokelat buat Giserra Anastasya (Satu Kamar Dua Agama)

Doa-doa dilangitkan di kamar menjadi penguat bagi kami

Detik-detik waktuku memasuki ruang operasi telah tiba, selang beberapa menit, kawanku Thaha Fadlh Al Mahdaly tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar. Empat botol merek Le Minerale yang dari semalam aku tunggu kini telah datang. Air ini telah diberkahi oleh guru kami, sekaligus Imam Masjid Agung Syuhada, di Kelurahan Pekkabata, Kec.Polewali, Kabupaten Polman.

Beliau Habib Sayyid Fadl Al Mahdaly paling akrab disapa A’ba. Air tersebut sempat aku oleskan ke daging yang menempel tepat di bawah kelopak mata, daging ini akan diangkat oleh tim dokter di ruang operasi. Aku menyapu dada sembari bermohon ketenangan batin, air meresap hingga kekuatan jiwa hadir.

Bismillahirrahmanirrahim aku berikhtiar, Insya Allah operasi berjalan lancar. Tepat pukul 12.20 WITA, aku pun memasuki ruang operasi, ketakutan perlahan sirna seiring resapan air berkah dari A’ba.

Aku memanggil ibu dan meminta mengecup jidatku. Perasaan pun tenang, akhirnya masuklah aku di kamar operasi, satu persatu wajah makam para waliyullah, makam Tosalama yang pernah aku ziarahi satu persatu terlintas dalam bayangan, makam Tosalama Imam Lapeo, makam Datuk Patimang, makam Tosalama KH.Saleh, makam Syekh Abdurrahim To Salama di Binuang, makam Imam Kunyi Anreapi, makam Al Habib Hasan Bin Ali Al Habsyie, dan makam almarhum ayah pun melintas jelas dalam alam pikiranku.

Secara rasional orang akan mengatakan apa hubungannya, namun aku merasakan segala sesuatu punya ketersambungan, energi spiritual mengalir tanpa harus didebatkan secara akal, imajinasi muncul bukan sekadar muncul, dia hadir sebagai penguat.

Tim dokter yang bekerja dikiri kanan menyuntik dan memasangi beberapa alat di tubuhku, sobekan dan cungkilan benda terasa, namun tidak sakit hanya berupa geli dan bagai digigit serangga.

Selang beberapa menit kemudian tidak terasa, tim dokter pun berbicara, Bu ini sudah selesai. Kembalilah aku ke ruang perawatan di kamar lantai dasar ruang melati no 7. Untuk menjalani perawatan lanjutan.

“Benjolannya ada dua, keras dan seperti biji jagung padatnya, dan kita tunggu hasilnya sebab dikirim langsung ke Makassar untuk dicek, semoga daging tersebut jinak tidak ganas,” ungkap mama penuh dengan kekuatan semangat, binar mata bahagia dan lega, karena daging yang berdiam di bawah kelopak mataku kini telah diangkat.

Magrib pun memesraiku di kamar perawatan, ibu menuntunku untuk sholat dan bertayammum, sebab luka tidak boleh terkena air wudhu. Berdua di kamar menjadi meditasi tersendiri, mama begitu setia menemani hadir menguatkan.

Bunyi ketukan pintu tiba-tiba terdengar, oh ternyata ada pasien baru yang akan menginap juga sekamar denganku. Perawat menuntun dan membaringkan di atas ranjang, yah malam ini aku punya teman baru pasien anak dari Kabupaten Mamasa.

Namanya Giserra Anastasya usia 14 tahun. Ia pelajar SMP sedang menjalani proses pengobatan dengan penyakit lumayan serius juga. Kekuatan terpancar dari kedua biji bola mata, Giserra menyuguhkan senyuman manis, aku pun menyapa dan kami saling berkenalan, ibunya dan ibuku pun saling bercerita.

Mereka saling bertukar cerita mengenai riwayat penyakitku, dan penyakit Giserra. Aku hanya mampu mendengar dengan saksama, sambil senyum-senyum.

Hingga malam pun melebur dalam mimpi, esok ada harapan lebih baik. Subuh pun kembali mama bangun dan bermunajat, ibu Giserra pun bergegas bersama ibu pendeta yang juga sempat menginap bangun sembari berdoa, dengan melantunkan doa kepada Tuhan Yesus Kristus, Puji Tuhan memohon pertolongan kesembuhan Giserra.

Ibu ku pun tafakkur di atas sajadah, melantukan doa dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sungguh pemandangan harmoni tersuguhkan dihadapan ku kala itu.

Aku dan Giserra berbeda agama. Namun, doa-doa dilangitkan di kamar menjadi penguat bagi kami, indahnya balutan doa dalam keberagaman.

Giserra mengidap penyakit penyumbatan di saluran kemih, sakit yang begitu akut di usia anak, namun ketegaran Giserra dan ibunya nampak kuat, keyakinan akan sembuh menguat.

“Aku yakin nak, segala sesuatu akan ada waktunya,”. Ungkap Ibu Giserra.
Optimis untuk sembuh menjadi pemantik energi yang luar biasa.

Aku dan Giserra kadang bercakap-cakap disaksikan oleh selang infus yang menancap di tangan. Sesekali kami terdiam dan masing-masing sibuk memegang gadget, yah butuh refresh, rileks hadapi penyakit.

Siang itu, Giserra tiba-tiba minta di antar ke toilet. Ternyata, penyumbatan dari organnya yang bermasalah alhamdulillah telah berfungsi. Tidak tersumbat lagi. Rasa bahagia terpancar dan senang kini Giserra tidak terlalu merasakan kesakitan lagi karena penyakitnya.

Tim dokter kembali masuk memeriksa, “Ini sudah bisa pulang ke rumah dan menjalani rawat jalan,” mata dokter menatapku penuh semangat.

“Terima kasih dokter, oh iya ini perban tidak diganti ya dok, sebelum balik,?”. Ungkapku tak kalah semangat.

“Oh iya nanti akan diganti dan dipasangkan perban baru,hari Senin jadwal cek up ya,”. Balas dokter.

Infus di tangan pun terlepas aku dan ibu bergegas untuk kembali ke rumah, rasa haru berpisah dengan Giserra dan ibunya, kawan kamarku yang baik hati, dan kami selalu saling bantu saat ada hal-hal sederhana, semisal cairan infus habis, atau ada tim makanan RSUD yang datang mengantarkan makanan.

Hal yang tidak bisa terlupakan saat orang tua kami berdoa dengan versi agama masing-masing. Tetap semangat Giserra kekuatan akan hadir dalam jiwa dan kesembuhan dari Maha Penyembuh. Amin.

Aku pun pamit duluan, karena dokter sudah membolehkan, aku lantunkan doa semangat buat Giserra Anastasya, Coklat Silverqueen untuk Giserra diakhir perpisahan, semoga semesta kembali mempertemukan kita kawan kerenku.

“Lekas pulih yah dik, tetap tersenyum sebab kita orang-orang kuat menghadapi segala ujian,”. Aku berkata pada Giserra. Kawanku tidak ada tempat yang terlalu gelap untuk ditembusi cahaya Tuhan,hati selalu disinari oleh kasih-Nya. Dan yakinlah Tuhan senantiasa menaruh cinta dan kasih sayang di hati, hadir merangkul jiwa-jiwa tangguh. Jiwa-jiwa pantang menyerah menghadapi segala ujian