Langkah TNI Copot Baliho Rizieq Syihab, Fahri Bachmid: Itu Menyalahi Wewenang

Fahri Bachmid ikut memberikan tanggapan atas tindakan TNI mencopot Baliho Rizieq Syihab
Fahri Bachmid, Pakar Hukum Tata Negara UMI Makassar, ikut memberikan tanggapan atas tindakan TNI mencopot Baliho Rizieq Syihab

Setelah pencopotan baliho Rizieq Syihab Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) disejumlah ruas jalan, menjadi langkah dilakukan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman sebagai langkah penertiban.

Keputusan Pangdam Jaya tersebut menuai pro dan kontra di berbagai kalangan, tak sedikit orang yang mengkritik langkah tersebut karena dianggap menyalahi wewenang TNI.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid, ikut memberikan tanggapan secara tertulis terkait pencopotan baliho pipimpinan FPI oleh TNI.

Ia menganggap, Pangdam Jaya tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Sebab, hal itu sudah menyalahi tugas pokok serta peran TNI dalam sistem demokrasi berdasarkan UU RI No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI.

Fahri juga menjelaskan, TNI merupakan organ konstitusional, yang berperan sebagai alat Negara dalam bidang pertahanan berdasarkan pada kebijakan dan keputusan politik Negara.

Sehingga, TNI tidak diperbolehkan mengambil langkah sepihak dengan alasan apapun. Karena menurut Fahri, hal tersebut dibawa otoritas politik tertinggi Negara, yaitu Presiden bersama DPR. 

“Gagasan pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak  sewenang-wenang terhadap warga negaranya,” jelas Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/11/2020)

“Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah itu tercantum dalam konstitusi. Dan itu itu sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi (constitutional goverment), atau (limited goverment, restrained goverment),” lanjutnya

Terkait hal tersebut Fahri Bachmid menekankan, Presiden Jokowi harus bersikap untuk meluruskan polemik atas keputusan Pangdam Jaya yang memerintahkan TNI. Menururunkan baliho Rizieq Syihab tersebut.

Sebab, presiden lah pemegang kekuasaan tertinggi dan memiliki kewenangan untuk memerintah TNI. Berdasarkan ketentuan pada pasal 10 UUD NRI Tahun 1945.

Sejatinya, lanjut Fahri menjelaskan, TNI tidak boleh melakukan tindakan seenak hatinya, karena institusi tersebut telah digariskan oleh konstitusi Negara dalam setiap tindakannya.

Kepada Menkopolhukam serta Menteri Pertahanan Fahri berharap, kedua menteri tersebut dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih strategis. Sebab persoalan ini adalah sangat elementer karena terkait dengan kehidupan demokrasi konstitusional serta prinsip negara hukum yang demokratis.