Jarang Ngantor, 5 ASN...

Polewali Mandar Lima Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman)...

DPRD-Pemkab Polman Sahkan APBD...

Polewali Mandar Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar resmi menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran...

Mobil Pembawa Uang Rp5,2...

Polewali Mandar Sebuah mobil boks milik perusahaan Swadaya Sarana Informatika (SSI) yang mengangkut uang...

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah,...

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan...
HomeTravelingBudayaMattoratu, Tradisi Suku...

Mattoratu, Tradisi Suku Pattae di Kaleok Menyambut Kelahiran Sang Bayi

Budaya

“Mattoratu” merupakan tradisi suku Pattae untuk menyambut sang buah hari yang baru lahir. Kelahiran seorang bayi dalam masyarakat nusantara disambut berbagai bentuk tradisi dan adat istiadat. Hal ini dilakukan sebagai wujud suka cita orang tua atas kelahiran buah hati mereka.

Di setiap daerah memiliki tradisi kelahiran bayi dengan keunikannya tersendiri. Pada masyarakat suku Pattae yang kaya akan adat istiadat dan budaya, nyatanya juga memiliki tradisi menyambut kelahiran bayi. Tradisi suku pattae itu disebut sebagai Mattoratu.

Sapri, Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar mengungkap tradisi mattoratu suku Pattae dalam Penelitian ilmiah (Skripsi) nya melalui pendekatan Teologis, Historis, dan pendekatan Antropogis.

Penelitian dengan judul “Tradisi Mattoratu di Desa Kaleok, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar dalam Tinjauan Aqidah Islam”. Dilakukan tahun 2016 dengan mengungkap sejarah, tatacara, serta tujuan dilaksanakannya tradisi Mattoratu.  

Mattoratu merupakan suatu prosesi suatu tradisi suku pattae dengan menyembelih hewan ternak seperti ayam sebagai syarat utamanya. selain itu, prosesi tersebut disertai juga dengan ritual-ritual tertentu yang bersifat tradisional untuk menyambut kelahiran sang bayi.

Tradisi ini  merupakan kepercayaan Aluk Todolo masyarakat suku Pattae sebagai bentuk tolak bala agar kehidupan sang bayi terjaga hingga dewasa. Selain itu, juga sebagai bentuk perlakuan agar sang bayi tetap ingat kepada sang pencipta dan asal usulnya.

Berdasarkan penamaan, istilah Mattoratu  berasal dari kata Ma’toratu yang terdiri dari tiga suku kata yaitu; “Ma’” berarti melaksanakan/melakukan, dan “To”  berarti orang. Sedangkan kata “Ratu” berarti datang.

Jadi, istilah Mattoratu dapat diartikan sebagai bentuk syukuran datangnya seorang bayi dalam suatu keluarga. Arti lain dari kata Mattoratu diambil dari bahasa Pattae yang berarti Tammu Kajajian artinya menemui hari kelahiran.

Proses pelaksanan tradisi ini dilakukan pada hari ke 7 dari waktu kelahiran sang bayi dengan menyediakan hewan ternak (ayam) sesuai jenis kelamin sang bayi. Jika anak yang baru lahir adalah laki-laki, maka hewan yang disembili berjenis kelamin jantan. Begitu juga sebaliknya.

Setelah penyembelian hewan ternak dalam tradisi suku pattae (Mattoratu) tersebut, darahnya kemudian diambil dan di letakkan pada dahi dan kedua telapak tangan bayi yang di Toratu. Hewan ternak yang disembeli tadi lalu di masak dan disantap bersama sanak keluarga yang hadir pada prosesi Mattoratu.  

Menurut tetua adat (Tomakaka), Maksud menempelkan darah ayam pada dahi bayi, bertujuan agar sang bayi selalu sujud kepada sang pencipta (Allah SWT). Sedangkan darah pada telapak tangan sebagai petanda bayi tersebut merupakan cucu Nabi Adam a.s. [*]

Get notified whenever we post something new!

spot_img

Kirim Tulisan Anda

Bagi anda yang ingin tulisan nya dipublis di laman pattae.com, silahkan kirim ->

Continue reading

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah, Proyek TPST di Paku Jadi Sorotan

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, jadi sorotan. Bangunan senilai Rp 3,7 miliar itu berdiri di atas tumpukan sampah plastik bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pantauan...

ICMI Sulbar “Go To Kampus” ke Institut Hasan Sulur Bahas Filantropi Islam di Era Digital

Polewali Mandar Ikatan Cendekia Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Sulawesi Barat menggelar kegiatan “ICMI Go To Kampus” di Institut Hasan Sulur, Kamis (23/10/2025). Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mempererat sinergi antara dunia akademik dan organisasi intelektual Muslim, khususnya dalam...

MK Putuskan Masyarakat Adat Tak Perlu Izin Usaha untuk Berkebun di Kawasan Hutan

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masyarakat adat tidak wajib mengantongi perizinan berusaha dari pemerintah pusat jika ingin berkebun di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut tidak ditujukan untuk kepentingan komersial. Dalam amar Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK,...

Enjoy exclusive access to all of our content

Get an online subscription and you can unlock any article you come across.