Prosesi momentum launching Rumah Baca Inspirasi, tepat Harlah Ke-1, tanggal 26 Juli 2021 di Dusun Salomendalang, Desa Tonyaman, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polman, dua jam lalu telah usai, alhamdulillah acara berlangsung lancar dan penuh khidmat, dihadiri aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan lintas komunitas literasi.
Saatnya acara kedua yaitu diskusi tentang jejak waliyullah Imam Lapeo atau dikenal dengan nama K.H. Muhammad Tahir. Para tim RBI bergegas merapihkan ruang diskusi, sebab sebentar lagi acara diskusi akan dimulai, sembari menunggu pemantik, sekaligus cicit Imam Lapeo bernama Zuhriah.
Beberapa peserta terlihat begitu antusias menunggu kehadiran pemantik, sesekali bertanya, “Kak pemantiknya sudah dimana ya?,” sembari memperhatikan jam yang ada di hp android.
“Pemantik sudah di jalan, sudah mau masuk Kota Polewali, sebentar lagi tiba, sabar ya tunggu sebentar lagi, pasti sampai,” jawabku.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah datang, terkesima saat kulihat bentor (becak motor) itu berhenti, dan turunlah Kak Zuhriah bersama Kak Rahma kawan jalannya, bapak pengemudi bentor juga tersenyum sembari membalas sapaanku.
“Puang, meakke innai tau digena’e ?,” pertanyaanku tiba-tiba mengarah ke bapak bentor. Artinya : Puang (sapaan hormat kepada yang paling tua), Bapak berangkat dari mana tadi?.
Bapak bentor pun menjawab dengan tersenyum, “Meakke di Campalagian nak,” wow menghela nafas, sejenak aku terkesan, lumayan rute jauh sampai ke RBI.
“Tadi saya kurang fit, maklum biasa tamu perempuan tiap bulan, agak sedikit membuat fisik lelah, tadi mau pakai motor kesini namun karena kondisi, jadi memilih menggunakan bentor biar bisa sandar dan agak rileks di jalan,” ungkap Kak Zuhriah dengan tetap menyemai senyum, sembari berjalan menuju area diskusi.
Moderator pun begitu sigap menyambut, Nirwana selaku moderator antusias, gesit dan begitu energik membuka forum diskusi, peserta pun dihadiri oleh beberapa komunitas literasi, dan kalangan masyarakat, yang memang sangat mengidolakan sosok Imam Lapeo.
Beberapa pertanyaan muncul dari peserta forum, ada yang bertanya tentang do’a pamungkas Imam Lapeo, ada yang bertanya berapa istrinya, dan istri keberapa yang menemani akhir hayat beliau, bagaimana Imam Lapeo bertafakkur dan tempat-tempat mana saja Imam Lapeo bertafakkur, dzikir apa yang dipakai Imam Lapeo, dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan muncul.
Diskusi mengalir, sajian ule-ule (bubur kacang hijau berkuah gula merah), melumerkan suasana diskusi begitu sangat akrab, beberapa penanya sangat puas dengan jawaban Kak Zuhriah, polesan bahasa santai nan menyatu, sesekali memakai bahasa lokal mandar, menjadikan diskusi semakin bersahabat.
“Perkuat dzikir, sholat, berbuat ikhlaslah atas segala sesuatu, dan mari kita tetap menjalankan tradisi-tradisi siarah makam, yasinan, barzanji, dan hal-hal yang menjadikan agama bisa disandingkan dengan nilai dan budaya lokalitas, Imam Lapeo diterima di Mandar, karena pendekatan menyiarkan agama tidak frontal terhadap nilai budaya masyarakat yang tertanam, tetapi menyeimbang dan perlahan masyarakat banyak yang mengikuti ajaran Imam Lapeo,” ungkap Kak Zuhriah.
Jelang magrib diskusi pun berakhir, dan berlanjut ngobrol santai, sembari kak Zuhriah berbagi kertas yang berisi amalan dzikir, dan foto Imam Lapeo, para pemuda dan masyarakat bahagia menerima.
Satu buku Imam Lapeo hasil karya Kak Zuhriah telah didonasikan ke Rumah Baca Inspirasi, dan satu gelas bergambar sketsa Imam Lapeo pun di berikan ke salah satu ibu yang sangat mengagumi sosok Imam Lapeo.
Selepas makan malam bersama di sekertariat RBI, seorang bapak muda pun kembali, dan masih ingin melanjutkan bertanya, “Masih banyak pertanyaan-pertanyaan di kepalaku, ini saya bergegas ke sini dengan harapan bisa lanjut diskusi santai,” jawab Bapak Sumarling yang juga salah satu pembina Rumah Baca Inspirasi.
“Lain waktu ya kak, sebab kak Zuhriah harus balik segera, kondisinya belum fit betul, kasian juga kalau tengah malam balik dijalan, mana bapak bentor juga punya anak istri yang ditinggal di rumah, saya sangat paham, pasti anak istrinya sudah menunggu di rumah,” jawabku dengan selingan candaan.
Kak Zuhriah pun bergegas balik, dan pamit, suara bentor perlahan-lahan berlalu, tepat pukul 22.17 WITA, pesan WhatsApp masuk “Dek kami sudah tiba di Lapeo,” pesan chat WhatsApp Kak Zuhriah.