in

Mengapa Kebijakan Efisiensi Tak Menyeluruh ke Sumua Lembaga Negara

Efisiensi Anggaran
Salah satu lembaga yang di danai APBN yaitu DPR RI dan MPR RI kebal dari program efisiensi presiden Prabowo.

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto menuai perhatian publik, terutama terkait konsistensi dan implementasinya.

Meskipun pemerintah menegaskan komitmennya untuk memangkas pengeluaran yang dianggap tidak prioritas, seperti acara seremonial, terdapat beberapa indikasi bahwa efisiensi tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.

Salah satu contoh yang mencolok adalah alokasi anggaran untuk retret 481 kepala daerah yang mencapai lebih dari Rp10 miliar.

Itu baru biaya akomodasi peserta retret, belum termasuk anggaran untuk staf, ajudan, dan beberapa kebutuhan lainnya.   

Pengeluaran sebesar ini menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas pemerintah dalam mengelola anggaran negara.

Apakah acara semacam ini benar-benar mendesak dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat? Ataukah justru menjadi bentuk pemborosan yang seharusnya bisa dihindari?

Di sisi lain, Presiden Prabowo telah menegaskan, anggaran untuk kegiatan seremonial, seperti perayaan ulang tahun, harus terhapus dari pengalokasian anggaran.

Ia menyarankan agar perayaan berlangsung sederhana saja dengan peserta terbatas. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih ada pengeluaran besar untuk acara yang sifatnya seremonial. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas implementasi kebijakan tersebut.

Selain itu, sektor pendidikan juga terkena dampak dari kebijakan efisiensi ini.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengalami pemangkasan anggaran yang signifikan, mencapai Rp14,3 triliun.

Meskipun Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan bahwa program beasiswa, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, tidak akan terdampak pemotongan ini, kekhawatiran tetap muncul di kalangan mahasiswa dan akademisi.

Pemangkasan anggaran di sektor pendidikan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi salah satu fokus pembangunan nasional.

Kebijakan efisiensi anggaran seharusnya mengarah pada pengeluaran yang tidak mendesak dan meningkatkan efektivitas belanja negara.

Namun, implementasinya perlu dengan cermat agar tidak mengorbankan sektor-sektor vital seperti pendidikan.

Selain itu, transparansi dan konsistensi dalam penerapan kebijakan ini sangat penting untuk memastikan bahwa tujuan efisiensi benar-benar tercapai tanpa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.

Efisiensi Tidak Menyeluruh

Pemerintahan Prabowo menghadapi tantangan besar dalam upaya efisiensi anggaran negara.

Namun, kebijakan efisiensi ini tampaknya tidak berlaku bagi 16 lembaga negara yang tetap memperoleh alokasi anggaran tanpa pemangkasan.

Beberapa lembaga tersebut mencakup Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Badan Gizi Nasional (BGN), Kejaksaan Agung (Kejagung), Mahkamah Agung (MA), hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa lembaga-lembaga ini tidak tersentuh efisiensi?

Dua lembaga dengan anggaran terbesar yang tidak terkena efisiensi adalah Kemenhan (Rp 166,26 triliun) dan Polri (Rp 126,64 triliun).

Hal ini bisa dimaklumi karena pemerintahan Prabowo, yang dikenal dengan latar belakang militernya, kemungkinan besar menaruh perhatian besar pada penguatan sektor pertahanan dan keamanan.

Namun, kritik muncul ketika lembaga non-militer seperti BGN dengan anggaran Rp 71 triliun juga tidak terkena efisiensi.

Sebagai lembaga baru, alokasi anggaran besar ini memunculkan dugaan Prabowo sedang melaksanakan janji politiknya pada Pilpres 2024 lalu.

Meski demikian, angran besar tersebut tidak semestinya di alokaikan pada lembaga baru yang capaiannya belum nampak.

Jika gagal anggaran besar itu akan sia-sia? Bila berhasil pun, tak banyak menimbulkan perubahan signifikan bagi kebutuhan masyarakat.

DPR dan MPR: Kekebalan terhadap Efisiensi?

DPR dan MPR masing-masing menerima anggaran Rp 6,69 triliun dan Rp 969 miliar. Ini mengundang pertanyaan: apakah pemerintah enggan memangkas anggaran DPR dan MPR karena alasan politik?

Mengingat rekam jejak kedua lembaga ini dalam berbagai kebijakan yang tidak selalu berpihak kepada kepentingan rakyat, absennya efisiensi pada anggaran mereka dapat menimbulkan kecurigaan adanya negosiasi politis.

DPR sebagai pembuat kebijakan memegang peran penting dalam persetujuan anggaran negara.

Jika pemerintah ingin menjaga hubungan baik dengan legislatif, maka keputusan untuk tidak mengutak-atik anggaran mereka bisa menjadi strategi politik untuk menghindari gesekan yang dapat menghambat agenda pemerintahan.

Beberapa lembaga lain seperti Kejagung (Rp 24,38 triliun), BIN (Rp 7,05 triliun), BPK (Rp 6,15 triliun), dan KPK (Rp 1,26 triliun) juga tidak mengalami pemangkasan anggaran.

Ini bisa jadi mencerminkan prioritas pemerintahan Prabowo dalam memperkuat institusi hukum dan pengawasan.

Namun, pertanyaan tetap muncul: apakah lembaga-lembaga ini benar-benar menggunakan anggaran mereka dengan efisien?

Fakta bahwa hanya sebagian lembaga yang terkena efisiensi sementara 16 lembaga ini tidak, menimbulkan spekulasi bahwa kebijakan efisiensi ini tidak berjalan secara menyeluruh dan adil.

Jika alasan utama adalah efisiensi anggaran dan optimalisasi belanja negara. Mengapa lembaga seperti DPR dan MPR yang kinerjanya sering mendapat kritikan justru lolos dari pemangkasan?

Presiden Prabowo perlu menjawab pertanyaan ini secara transparan agar penerapan kebijakan efisiensi ini benar-benar menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, bukan sekadar manuver politik.

Tanpa transparansi, keputusan ini dapat memunculkan persepsi bahwa efisiensi anggaran lebih bersifat selektif daripada sistematis. Yang pada akhirnya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang baru berjalan.[*]

What do you think?

Masyarakat Adat Suku Bunggu

Bahtiar Kunjungi Masyarakat Adat Suku Bunggu di Pasangkayu

Ukraina Bergabung dengan NATO

Inggris Tetap Dukungan Penuh Ukraina Bergabung dengan NATO