Para Calon Legislatif Berhentilah Menyiksa Pohon

Bukankah ciri-ciri wakil rakyat harus mampu membaca alam dan manusianya agar kita mampu bijak memperlakukannya

Momentum evoria pesta demokrasi sudah dipelupuk mata, seluruh rakyat Indonesia akan merayakan Pemilihan Umum (Pemilu) di tahun 2024. Hati ini sungguh miris dan sedih, melihat beberapa ruas-ruas jalan di Kabupaten Polewali Mandar mulai banyak dijumpai senyum manis caleg.

Janji-janji revolusioner terangkai lewat diksi yang beranekaragam slogan, sarat muatan energi perubahan. Ah.., tapi sayang seribu sayang pemandangan tidak beretika dan tidak estetika dijumpai, dimana alat peraga kampanye (APK), spanduk, baliho, poster dan sejenisnya itu menyiksa pohon.

Apakah pohon-pohon itu menjadi sasaran strategis ya untuk pemasangan spanduk/poster?. Belum terpilih kok sudah menyiksa pohon sih. Ah apakah para caleg itu tidak memahami aturan kah tentang larangan memaku pohon?.

Kalau belum paham, atau pura-pura tidak paham ya sini sedikit saya berikan pemahaman, bukan maksud menggurui ya, ini sepengetahuan yang tertanam di otakku, yang juga saya sadur dari hasil bacaan.

Pemasangan APK pada pohon termasuk melanggar peraturan diatur dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun peraturan perundang-undangan.

Larangan pemasangan APK tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018, bahwa ada beberapa larangan terkait dengan pemasang APK yakni. Melarang pemasangan atribut kampanye di pohon-pohon. Sampai sini paham kah?, ataukah saya yang terlalu gila urusan.

Coba bayangkan ini pemasangan APK menggunakan paku atau kawat yang ditancapkan ke pohon sebagai pengait. Sehingga keberadaan paku atau kawat yang melilit pohon, terutama dalam jangka waktu yang cukup lama tentu dapat merusak, melukai pohon. Andaikan pohon dapat bersuara seperti manusia, maka pohon akan berteriak-teriak sebab lambat laun nyawanya akan terancam.

Paku dan kawat adalah dua benda yang mampu merusak kambium lingkaran pada kayu sehingga bisa menyebabkan kematian pada pohon. Pohon akan rusak dan mati sebab mengalami keropos tulang seperti layaknya manusia, dan berbahaya bila terkena angin kencang dapat ambruk rebah batangnya secara tiba-tiba.

Adanya paku-paku tertancap pada pohon dapat pula merusak alat pemotong kayu,saat digunakan untuk memotong batang pohon yang keropos.

Sungguh dari sisi keindahan juga tidak terpenuhi sebab adanya poster APK itu dinilai merusak nilai estetika dan fungsi pohon itu sendiri. Nah ada banyak dampak buruk akibat memaku pohon, mari sadar bersama para calon-calon legislatif yang terhormat.

Bukankah ciri-ciri wakil rakyat harus mampu membaca alam dan manusianya agar kita mampu bijak memperlakukannya. Manusia dan alam semesta tidak bisa dipisahkan, menjaga pohon, menjaga alam adalah wajib hukumnya sebagai hakekat kita hidup di muka bumi ini.

Jika hukum keseimbangan alam dan toleransi tidak terjaga. Maka, dipastikan setiap detik bumi yang kita tempati berpijak ini akan menjadi petaka yang terus menerus mengancam anak cucu kita.

Lalu siapa yang punya wewenang menegur dan mencopot APK yang menancap di pohon, sungguh resah ini berkecamuk. Semoga yang punya tupoksi bisa bertidak cepat ataukah memang kita menunggu waktu penertiban APK?. Terlalu lama mungkin sebab pohon-pohon itu sudah terlalu lama tersiksa.

“Stop ngomong perubahan, kalau memaku pohon masih terus menjadi sasaran strategismu memasang alat peraga kampanye,caleg-caleg yang memaku pohon jangan dipilih ya! Hahahaa”. Kata kawanku disebelah sembari menyeruput kopi.

Written by Karmila Bakri

Perempuan petualang_perakit kata, Karmila Bakri, asal dari Polman_Sulawesi Barat. Lahir di Dara 19 agustus 1985, bergelut di media online Pattae.Com. Aktif di komunitas literasi Blantara, bergerak juga di kegiatan sosial, pendampingan perempuan, lansia dan difabel.
Ayo baca alam, baca manusianya, agar kita mampu bijak memperlakukannya!