Kriuk pisang goreng dan ubi goreng, menambah gurihnya suasana. Kopi pun tak alpa menjadi minuman hangat, melingkar bersama Zuhriah dan Darnawati Tompo. Dua perempuan yang bergerak lewat aksara hadir di Sumpulolo Blantara. Selasa, 9 November 2021, pukul 19.00 – 22.00 WITA, di Desa Rea Timur, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polman.
Zuhriah adalah perempuan penulis, telah melahirkan beberapa buku, karya yang sangat fenomenal dan akrab dengan dirinya, yaitu buku Imam Lapeo. Salah satu tokoh penyebar Islam di Tanah Mandar, telah dikenal karomahnya.
Zuhriah cicit langsung dari Imam Lapeo, karakter sederhana dan humble, menjadi pewarna tersendiri. Style milenial, hobby main tiktok, juga seorang dosen di
Kampus STIT Al Chaeriyah Mamuju.
Zuhriah tak sebatas menulis buku, ia pun aktif mengirimkan tulisan-tulisannya, di portal online Qureta dan Nalar Politik.
Lain halnya dengan Darnawati Tompo, pemilik akun Perindu Aksara ini, tampil dengan style penutup wajah. Dikenal dengan cadar menjadi ciri utama, hal berbeda dari seluruh peserta forum.
Perempuan penikmat senja ini, hobby berpetualang, mendaki gunung dan salah satu tujuan berkunjung ke Polewali Mandar. Karena ingin belajar mentafakkurri jejak-jejak wali, termaksud Jejak Imam Lapeo di Tanah Mandar.
Yah berbeda style belum tentu tak bisa bersama duduk melingkar, apalagi di ruang-ruang pengetahuan.
Darnawati Tompo juga perempuan penulis, dan saat ini telah mempersiapkan launching satu karya bukunya “Cara Terbaik Memeluk Belati,” berisi cerita pendek dan puisi.
Dua narasumber sangat berbeda style, apatah lagi gaya komunikasi. Zuhriah cenderung energi feminimnya keluar, dan Darnawati Tompo energi maskulinnya lebih dominan, saat membawakan sajian pengetahuan.
Yah laki-laki dan perempuan memiliki sisi feminim dan juga sisi maskulin, jadi sah-sah saja ketika ada salah satu sisi yang paling menonjol didiri perempuan dan laki-laki. Sebab itu, bagian dari sifat yang dimiliki oleh siapa pun. Berbeda hanya pada letak keseimbangan, ada dominan feminim,ada pula dominan maskulin.
Alur diskusi diramu dengan suasana santai, namun penuh energik. Dua narasumber memantik semangat pentingnya berproses dalam komunitas, menulis dan membaca sebagai gaya hidup. Agar kapasitas pengetahuan terus menumbuh dan berkembang.
Menghidupkan ruang-ruang dialog yang setara, nyaman, dan terbuka sudah seharusnya kembali dilakukan. Lalu dengan cara apakah kita menginternalisasi pengetahuan, jika ruang dialog ditutup. Tentu tujuan kita sama ingin meneguk sebuah perubahan dalam diri tiap individu.
Dengan terus berdialog dan menanam benih kasih sayang dan cinta, kita bersama-sama menjadi lebih berharga setiap harinya. Dengan persaudaraan sesuai makna nama Sumpulolo adalah saudara, maka kita akan lebih kuat membangun persaudaraan untuk perubahan sosial.
“Mulailah dengan menulis hal-hal sederhana, semisal impian kalian ingin ke suatu tempat, diary-diary tulis dan kumpulkan. Satu hal penting juga belajar menuliskan peristiwa-peristiwa yang ada di kampung, tradisi-tradisi, kearifan lokal yang masih terjaga,” ungkap Zuhriah.
Tidak terasa dialog lewat dari tiga jam, dan berakhir dengan satu tekad, mulailah menulis meski itu berawal dari impian jejak, dan kehidupan pribadi anda.
“Dua tujuan anda membaca, apakah sekadar ingin mengetahui, ataukah menjadikan tambahan referensi untuk kepentingan menulis. Nah, dua-duanya penting, mulailah dengan rajin membaca buku, agar perbendaharaan kata bertambah, hingga kita mampu menyusun kalimat. Jika belum mampu membuat buku, setidaknya mampu membuat caption di media sosial. Caption-caption yang produktif, layak untuk dibaca,” tutup Darnawati Tompo.
“Forum ruang ilmu Blantara, sangat bermanfaat bagi saya pribadi dan saudara-saudara di Sumpulolo Blantara. Karena merupakan ruang awal dalam mengikuti kajian-kajian seperti ini, dan kami juga mendapat power, inspirasi. Serta pengetahuan-pengetahuan yang belum kami dapatkan sebelumnya,” ungkap Jumriani selaku bendahara Sumpulolo Blantara.
Jam dinding pun memberikan kode, malam semakin menyapa, yah perjamuan intelektual malam ini, meski di ruang sederhana, memberikan nilai edukasi. Ada waktu yang harus kita bijaki, esok masih ada ruang temu.
Sesederhana lingkaran di Sumpulolo Blantara memantik, agar terus bertumbuh, ketahanan komunitas untuk terus bertahan adalah bagian dari proses. Sebab, tidak ada hal yang instan mampu bertahan, semua harus melalui tahapan proses. Seperti pisang goreng dan ubi goreng yang kriuk, harus melalui berbagai tahapan proses, hingga tersaji dan dinikmati bersama.
“Komunitas kami baru mulai menumbuh, dengan adanya ruang diskusi aksara ini, menjadi spirit awal yang tentu memberikan nilai edukasi, terima kasih kepada dua narasumber telah berbagi ilmu pengetahuan di ruang ilmu Blantara, khususnya di dunia kepenulisan kami masih sangat membutuhkan, Insya Allah ruang-ruang diskusi seperti ini akan terus kami hadirkan, dan tetap terbuka bagi siapa saja yang ingin berbagi,” Tutup Darmawati Usman, selaku ketua umum Sumpulolo Blantara.
Sesi penyerahan merchandise Imam Lapeo, gelas bergambar foto Imam Lapeo, buku dan bacaan dzikir dibagi ke peserta forum oleh Kak Zuhria.
Tasbih kayu dan buku dzikir juga dibagi oleh Kak Darnawati Tompo, para peserta merasakan keakraban, dan masing-masing pulang dengan membawa paket hadiah dari kedua narasumber.
Panjang umur pengetahuan, teruslah berproses, meramu pengetahuan hingga mampu melahirkan pengetahuan baru bagi diri pribadi, tiga tahapan simak, daur ulang, dan simpulkan dengan kacamata sendiri.