Kebijakan kontroversial Penjabat (Pj) Bupati Polewali Mandar yang berencana mengalihkan fungsi lahan sawah produktif milik Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Polewali menjadi Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) mendapat perlawanan keras dari DPRD Polewali Mandar.
Berdasarkan surat rekomendasi dengan nomor B-1028/Bakeu/000.2.3.2/X/2024 yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2024, Pj. Bupati memberikan izin untuk pemanfaatan lahan seluas 40 x 50 meter tersebut sebagai area pengembangan Bank Sampah Induk Sipamandaq.
Lahan ini rencananya akan digunakan untuk berbagai program daur ulang seperti plastik, kertas, besi, logam, serta material organik untuk pembuatan pupuk kompos.
Namun Langkah tersebut dianggap tidak berpihak pada kepentingan petani dan mengancam ketahanan pangan daerah. Wakil Ketua II DPRD Polman dan sejumlah anggota dewan dengan tegas menolak rencana tersebut.
Wakil Ketua DPRD Polewali Mandar, Amiruddin, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan alih fungsi lahan sawah produktif di belakang kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Polewali Belakang Kantor DLHK Polman menjadi Tempat Pengelolaan Sampah (TPS).
Ia menilai koordinasi dalam pengambilan keputusan tersebut tidak berjalan dengan benar, terutama karena lokasi yang dipilih berada di tengah kota dan merupakan lahan pertanian yang dijadikan tempat pembibitan.
“Ini sangat miris. Dalam pembahasan sebelumnya, tidak pernah disebutkan bahwa lokasi yang dipilih adalah di belakang kantor DLHK. Mengapa tiba-tiba lahan produktif ini bisa dialihkan menjadi TPS? Belum lagi dampak lingkungan yang jelas akan timbul,” tegas Amiruddin.
Di sisi lain, para petani yang tergabung dalam GAPOKTAN serta penyuluh pertanian setempat juga turut menyuarakan penolakan mereka melalui pertemuan di kantor BPP Polewali.
Mereka menuntut didepan Pj Sekda Polman I Nengah untuk menghentikan rencana ini dan memprioritaskan kepentingan rakyat di atas proyek yang dinilai merugikan sektor pertanian.
Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah (Pj. Sekda) Polewali Mandar, I Nengah, mengungkapkan bahwa proses pengajuan pemanfaatan lahan tersebut sudah berlangsung sejak Februari lalu. Namun, pada saat itu keputusan belum mencapai final.
Menurut I Nengah, penanganan sampah di Polewali Mandar saat ini menghadapi tantangan serius, terutama dalam mengimbangi pertumbuhan sampah yang semakin pesat. Sampai saat ini, belum ada solusi yang dapat dengan optimisme menangani permasalahan sampah secara menyeluruh.
“Kita perlu langkah cepat, namun prosesnya memang panjang. Rekomendasi pemanfaatan lahan ini adalah jalan terakhir setelah kami menerima penolakan dari berbagai pihak terkait lokasi alternatif,” ujarnya.
I Nengah juga secara langsung mendampingi Kepala Dinas LHK Polman dalam survei ke beberapa lokasi lain, termasuk Amola dan Laliko, yang merupakan aset Pemda. Namun, hingga saat ini, kedua lokasi tersebut dinilai belum memadai untuk dijadikan tempat pengelolaan sampah yang layak.
“Kami sudah mencoba mencari alternatif, tetapi lahan yang ada tidak cukup untuk menampung volume sampah yang terus meningkat,” tambahnya.
Meskipun demikian, Pj. Sekda menyadari adanya penolakan kuat dari berbagai kalangan, termasuk DPRD dan kelompok tani, terkait alih fungsi lahan produktif di BPP.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap terbuka untuk diskusi lebih lanjut guna menemukan solusi yang paling tepat bagi semua pihak, seraya berharap bahwa hearing dengan DPRD nanti bisa membuka ruang dialog yang konstruktif.[*]