in

Plato dan Pencarian Hakikat Antara Nalar dan Rasio

Nalar dan Rasio
Filsuf Plato

Dalam sejarah filsafat, Plato dikenal sebagai salah satu pemikir terbesar Yunani yang mencari hakikat segala sesuatu melalui nalar dan rasio.

Namun, dalam perjalanan intelektualnya, ia menemui batasan dalam mendefinisikan kebenaran hanya dengan akalnya.

Pada akhirnya, Plato sampai pada kesimpulan alam dan segala fenomenanya tidak berdiri sendiri, melainkan ada suatu zat yang mempengaruhinya. Bahkan menjadi pencipta dan pengatur segalanya.

Meskipun Plato tidak secara eksplisit menyebut zat tersebut sebagai Allah SWT, pemikirannya memberikan gambaran telah melampaui batasan akal dan mulai menggunakan qalbu atau bashirah dalam menemukan hakikat.

Bashirah, dalam istilah agama, adalah “mata hati” yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Ia menjadi penentu kebenaran ketika akal dan nafsu berada dalam kebimbangan.

Dengan bashirah, seseorang dapat melihat kebenaran sejati tanpa terhalang oleh kepentingan pribadi atau kondisi eksternal.

Dalam Al-Qur’an, konsep hati yang tertutup dari kebenaran jelas dalam QS. Al-Baqarah: 7:

“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

Ayat ini menegaskan ketika hati telah Allah SWT kunci, maka manusia akan kehilangan kemampuannya untuk melihat dan mendengar kebenaran.

Akibatnya, keburukan menjadi terlihat sebagai kebaikan, dan kesesatan mereka anggap sebagai kebenaran. Dalam kondisi ini, sifat munafik, tamak, dan rakus menjadi ciri utama seseorang.

Bashirah bukanlah sekadar melihat sesuatu di luar diri, tetapi lebih kepada kemampuan untuk menangkap hakikat kebenaran dalam berbagai kondisi.

Ia mampu melampaui batasan nafsu dan kepentingan pribadi, sehingga kebenaran tetap hadir meskipun dalam situasi yang sulit.

Bashirah juga merupakan jalan bagi manusia untuk menemukan solusi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam menghadapi dinamika sosial dan politik.

Momentum bulan Ramadhan menjadi kesempatan berharga untuk mengasah bashirah dalam menentukan arah hidup.

Di tengah hiruk-pikuk dunia, bulan suci ini mengajarkan manusia untuk tidak hanya bergantung pada akal dan nafsu, tetapi juga membuka mata hati agar dapat melihat kebenaran sejati.

Dengan demikian, berkah Ramadhan bukan hanya tentang ibadah ritual semata, tetapi juga tentang bagaimana kita menjadikannya sebagai landasan dalam mencari solusi hidup yang lebih bijak dan bermakna.

Plato mungkin tidak menyebut nama Tuhan dalam pencariannya, tetapi ia telah menunjukkan kebenaran sejati tidak hanya bisa melalui nalar, melainkan juga dengan mata hati yang jernih (rasio).

Dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan dan kebingungan, bashirah menjadi kunci utama untuk menemukan kebenaran sejati, yang membawa manusia menuju kehidupan yang lebih baik dan penuh makna.[*]

What do you think?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Kembali Berunding untuk Gencatan Senjata di Gaza

Minyak Kita

Ditemukan Minyak Goreng ‘Minyak Kita’, Tak Sesua Isi Kemasan di Pasar Sentral Polewali