Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Paku sejak empat tahun lalu telah memicu krisis pengelolaan sampah besar-besaran di Kabupaten Polewali Mandar (Polman).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Polman, Jumadil, mengungkapkan hingga saat ini, tidak kurang dari 54.000 ton sampah menumpuk tanpa adanya solusi permanen.
Situasi initentu menciptakan keresahan di tengah masyarakat dan menjadi dilema besar bagi pemerintah daerah.
Hukum vs Tanggung Jawab Sosial
Penutupan TPA Paku berhenti pula operasional pengelolaan sampah di seluruh wilayah Polman. Kadis DLHK Polman, Jumadil, mengatakan kini masyarakat kebingungan membuang sampah.
Akibatnya, terjadi penumpukan sampah di berbagai lokasi, mulai dari depan rumah warga hingga area publik seperti Pasar Wonomulyo, Stadion, dan bahkan kantor di DPRD Polman.
“Kalau kita tidak mencari solusi, Polman akan menjadi lautan sampah. Pemerintah menghadapi dilema. Jika sampah diangkut, ada risiko hukum. Tetapi jika dibiarkan, sanksi sosial yang lebih besar akan muncul,” ujar Jumadil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang aspirasi DPRD Polman pada Kamis (9/1/2025).
Krisis ini tidak hanya menimbulkan persoalan lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Sampah yang menumpuk memicu potensi penyebaran penyakit akibat kontaminasi di lokasi publik. Pasar-pasar tradisional, seperti Pasar Pekkabata, mulai kehilangan daya tarik karena kondisi pasar yang kotor dan bau menyengat.
“Pasar Pekkabata, yang biasanya menjadi pusat aktivitas warga dari berbagai wilayah seperti Binuang, Tinambung, dan Luyo, kini mulai di tinggalkan. Jika sampah terus mencemari pasar, siapa yang mau berbelanja di sana?” tambahnya.
Sistem Buka-Tutup
Untuk mengatasi penumpukan sampah, pemerintah menerapkan solusi darurat berupa tempat pembuangan sementara dengan sistem buka-tutup.
Meski tidak ideal, langkah ini menjadi alternatif terbaik saat ini. Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik dan laporan hukum.
“Kami memahami dampaknya pada masyarakat, tetapi menjaga kesehatan dan kenyamanan tetap menjadi prioritas kami,” jelas Jumadil.
Dalam jangka panjang, pemerintah merencanakan pembangunan TPA Satoko sebagai tempat pengolahan sampah terpadu.
Harapan pemerintah, dengan adanya fasilitas ini mampu mengatasi krisis sampah di Polman secara lebih modern dan berkelanjutan.
Namun, tantangan besar masih menghadang, yaitu meyakinkan masyarakat bahwa keberadaan TPA tidak akan mengganggu kenyamanan dan lingkungan mereka.
Krisis ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan sampah yang efisien dan berkelanjutan. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencegah Polewali Mandar menjadi “lautan sampah” di masa depan.[*]