Ramai Spanduk Stop TPPO, LBH Sulbar : Perlu Perhatian Serius

"Stop Penyaluran TPPO yang tidak bertanggung jawab di wilayah Provinsi Sulbar".
Salah Satu Spanduk bertuliskan "Stop Penyaluran TPPO yang tidak bertanggung jawab di wilayah Provinsi Sulbar". bertebaran di Polman

Ramai Spanduk kampanye berantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).

Spanduk tersebut banyak di jumpai di tempat-tempat umum dan jalan poros dengan salah satu tulisan “Stop Penyaluran TPPO yang tidak bertanggung jawab di wilayah Provinsi Sulbar”.

Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah penyumbang tenaga kerja migran yang sebagian besar diberangkatkan ke Malaysia atau daerah timur tengah seperti Arab Saudi.

Pada dasarnya secara legalitas negara telah menyiapkan perangkat hukum melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Hal tersebut menjadi perhatian khusus LBH Sulbar yang selama ini terus menangani kasus TPPO yang menimpah warga Polman dan Sulbar.

Salah satunya yang terjadi pada salah seorang Pekerja Migran asal Polewali Mandar atas nama Saidiman Hamal yang meningal di Kota Kinabalu, Malaysia beberapa waktu lalu.

Sudirman yang bekerja sebagai awak Kapal Penangkap Ikan Sabah Fish Marketing Sdn Bhd (SAFMA) yang hingga saat ini pembayaran uang duka atau santunan serta hak-hak lainnya belum kunjung diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya. Tentunya ini menjadi suatu ironi bagi mereka yang berangkat keluar negeri dengan tujuan untuk mengangkat taraf hidup ekonomi keluarga

Menurutnya, Perdagangan orang atau yang dikenal dengan sebutan Human Trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi.

Hal ini didasarkan pada data yang dikeluarkan International Organitation for Migration (IOM) yang mensinyalir sekitar 50 persen tenaga kerja Indonesia di luar negeri menjadi korban perdagangan orang.

Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan.

Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Demikian halnya dengan pengenaan sanksi pidana terhadap para pelaku terbilang cukup berat yaitu pidana penjara 3 tahun sampai dengan 15 tahun telah siap menanti jika sekiranya seseorang terbukti terlibat dalam suatu tindak pidana perdagangan orang.

Hal yang menjadi permasalahan terkait pemberangkatan tenaga kerja migran keluar negeri adalah terkait aspek perlindungan. Dimana pada umumnya mereka yang diberangkatkan tidak memiliki dokumen resmi sehingga ketika terjadinya suatu masalah maka yang bersangkutan sangat sulit untuk diperjuangkan terkait hak-haknya khususnya masalah gaji dan klaim uang duka atau tunjangan lain jika sekiranya yang bersangkutan meninggal dunia.[*]