Semangat Kemerdekaan | Reaktualisasi proses, cara, perbuatan mengaktualisasikan kembali; penyegaran dan pembaruan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Selama 75 tahun, perjalanan bangsa telah mengalami berbagai ujian dan dinamika sejarah sistem politik. Di setiap zaman, harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.
Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan saat ini ditengah wabah Covid-19 ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama. Kita sekarang sudah merdeka?
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika hari ini.
Makna Kemerdekaan seolah hilang dari memori kolektif bangsa. semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, dan apalagi diterapkan. Baik dalam konteks kehidupan kebangsaan maupun kemasyarakatan.
Semangat mengisi kemerdekaan seperti tersandar di sebuah lorong sunyi. Justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia. Mengapa hal itu terjadi? karena Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945. Kini 75 tahun kita merdeka perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang.
Beberapa perubahan yang dialami antara lain terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya, Juga lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat. Dimana, informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi juga yang rentan terhadap “manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.
Perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia. Sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini.
Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai semangat kemerdekaan agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan. Yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Terjadinya euphoria dialektika sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru. Berimplikasi pada munculnya “amnesia”.
Untuk itu diperlukan pemahaman bahwa kemerdekaan yang diperoleh pada 1945 bukanlah tujuan akhir. Namun, jalan bagi masyarakat Indonesia untuk merealisasikan diri dalam kehidupan bangsa yang mandiri. Hal itu dapat dilakukan dengan komitmen untuk menjaga identitas kebangsaan.
Semangat berproduktivitas dalam upaya membangun bangsa kiranya menjadi makna baru bagi kemerdekaan.
Semangat itu dapat dilukiskan dengan aktualisasi diri melalui bakat-bakat yang dapat merajut tahun kemerdekaan Indonesia tentu perlu dilakukan. Namun, lebih dari itu, refleksi kembali mengenai perjuangan kita dalam mengisi kemerdekaan tentu harus menjadi sorotan.
Kemakmuran dan prestasi bangsa adalah hal yang patut menjadi pertanyaan besar. Bila jawaban dari pertanyaan itu adalah suatu kebanggaan. Jelas, langkah yang harus dilakukan adalah menjaga dan meningkatkan kemakmuran dan prestasi itu.
Namun bila jawaban atas pertanyaan tersebut adalah suatu ironi. Upaya yang harus dilakukan adalah perenungan kembali atas upaya kita dalam mengisi kemerdekaan.
Dengan begitu, kesalahan-kesalahan yang kita perbuat sebelumnya dalam mengisi kemerdekaan dapat dihindarkan. Namun, apa pun jawaban atas pertanyaan tersebut, optimisme dalam mewujudkan inovasi dan berkarya harus selalu dikembangkan.
Hal ini pula yang dapat direfleksikan dari semangat kemerdekaan para pendahulu bangsa. Meskipun mereka hidup dalam segala keterbatasan, optimisme dalam semangat kemerdekaan selalu ditunjukkan.
Jadikan momentum hari kemerdekaan yang ke 75 ini untuk memperkuat kebangsaan itu melalui aktualisasi yang dapat menjadi pondasi, perekat kehidupan berbangsa dan bernegara ditengah wabah Covid 19.[*]