in ,

Situs Batu yang Menjadi Cagar Budaya Suku Pattae

Salah satu Batu yang menjadi cagar budaya etnis pattae. batu ini disebut sebagai "batu bate tangnga" yang menjadi tempat berkumpulnya para tomakaka pattae (Photo Achi Proletar 2017)

PATTAE.com | Situs batu dengan ukuran sedang sampai yang berukuran besar menjadi jejak arkeologi, bagaimana masyarakat etnis Pattae di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjalani kehidupan mereka pada masa lampau. Dengan adanya jejak ini, merupakan gambaran tentang bagaimana masyarakat Pattae dalam bertahan hidup.

Pada zaman batu, baik batu tumpul, maupun batu tajam. Benda mati tersebut tentu digunakan sebagai perkakas untuk melumpuhkan binatang buruan, bercocok tanam, sekaligus sebagai benda untuk perlindungan diri. Namun, Jejak situs batu yang ada di tanah pattae, secara kegunaan, berbeda.

Beberapa situs batu di tanah Pattae ini, menjadi jejak arkeologi, dan sejarah kehidupan masyarakat suku Pattae pada masa lampau. Dimana, beberapa batu tersebut digunakan sebagai benteng, tempat latihan, serta menjadi markas. Selain itu, ada juga yang difungsikan sebagai tempat dilaksanakannya ritual adat.

Berikut Beberapa Situs dari Batu yang Menjadi Cagar Budaya Suku Pattae serta Penjelasan singkatnya.

Situs Batu Pikkambuangan

Photo Situs Batu Pikkambuangan yang terletak di Kampung Passembaran (Diambil tahun 2008)
Photo Situs Batu Pikkambuangan yang terletak di Kampung Passembaran (Diambil tahun 2008)

Kegunaan batu ini, menurut sejarah yang disampaikan secara lisan para tokoh adat, Batu ini merupakan media untuk melatih fisik para prajurit “Eran Batu” yang akan diberangkatkan ke medan perang nantinya.

Sebelum para prajurit ini berangkat, mereka terlebih dahulu diuji dengan melompati batu Pikkambuangan yang tingginya 92 cm dari permukaan tanah, dan lebar 59 cm. Jika berhasil melompati batu tersebut, tanpa menyentuh telur yang diletakkan diatas batu, akan dinyatakan siap ke medan perang.

Jika telur yang diletakkan diatas batu tadi terjatuh, maka dinyatakan gagal, dan secara kemampuan, belum bisa diberangkatkan. Menurut cerita para tokoh adat bercerita, Tapengo dan Takumba salah seorang panglima perang Eran Batu, berlatih di batu tersebut.

Keberadaan batu masih ada hingga sekarang. Lokasi nya terletak di area kebun milik warga di dusun Passembarang, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang.

Situs Eran Batu

Wilayah Eran Batu ini terletak di kampung Eran Batu, desa Batetangnga. Dulunya, Eran Batu ini disebut kampung Galung (sawah), namun karena wilayah ini memiliki sejarah panjang, maka kampung tersebut berganti nama menjadi kampung Eran Batu.

“Eran” sendiri dalam bahasa suku Pattae yang berarti “Tangga”. Bentuk dari Eran Batu tersebut menyerupai anak tangga yang tersusun dalam ukuran yang besar, tidak seperti anak tangga pada umumnya. Eran Batu ini, konon katanya, digunakan sebagai markas para prajurit Eran Batu pada masa lampau.

Disekitar area Eran Batu, terdapat pohon bambu yang menurut ceritanya, bambu tersebut dijadikan sebagai alat perang pada masa kekerajaan. Bambu yang tumbuh di area Eran Batu itu, konon juga digunakan tuk melawan tentara Belanda kala itu.

Situs Batu Kadera

Situs Batu Kadera yang berhasil di abadikan. Pengambilan Gambar ini pada tahun 2013 (Photo Bustamin)
Situs Batu Kadera yang berhasil di abadikan. Pengambilan Gambar ini pada tahun 2013 (Photo Bustamin)

Disebut sebagai “Batu Kadera” (kursi batu) karena bentuknya seperti kursi. Batu ini terletak di tengah-tengah perkebunan warga di puncak gunung Talebo, Dusun Penanian, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar.

Batu Kadera ini memiliki lebar 130 cm, dan tingginya 106 cm, serta area untuk di tempati duduk diameternya berukuran 84 cm, dan kedalamannya 60 cm.

Dalam sejarahnya, batu ini dijadikan sebagai singgasana sang raja Binuang pertama “sippajolangi” sebelum pindah ke wilayah Binuang. Kini, batu tersebut dijadikan sebagai tempat pelantikan para Tomakaka yang telah dipilih oleh masyarakat Pattae sebagai pemimpin.

Cekungan “Kusrsi Batu” ini selalu digenangi air, dan tak bisa kering meski kemarau datang, entah dari mana sumber air tersebut.

Situs Batu Bate

Foto situs Batu bate yang ada di dusun Rappoang, Desa Batetangnga. (Foto Achi 2017)
Foto situs Batu bate yang ada di dusun Rappoang, Desa Batetangnga. (Foto Achi 2017)

Batu Bate, merupakan tempat berkumpulnya para Tomakaka dari tiga wilayah (bate), yaitu Ulu Bate, Bate Tangga, dan Cappak Bate, untuk bermusyawarah mengenai persoalan-persoalan yang ada di tiga Bate.

Letak Batu Bate ini berada di tengah-tengah perkampungan warga Dusun Rappoang, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, dan memiliki ukuran panjang 360 cm, lebar 165 cm, serta tinggi 50 cm.

Batu Bate ini juga pernah dicoba untuk dipindahkan guna pelebaran area jalan namun, usaha tersebut tidak berhasil dilakukan dan batu tersebut masih kokoh sampai saat ini.

Situs Batu Pappandangan

Situs Batu Pappandangan terletak di desa Pappandangan, Kec. Anreapi, Polewali Mandar, Gambar ini diambil pada tahun 2017 (Foto: Tato)
Situs Batu Pappandangan terletak di desa Pappandangan, Kec. Anreapi, Polewali Mandar, Gambar ini diambil pada tahun 2017 (Foto: Tato)

Batu yang saling berhadapan ini juga memiliki sejarah panjang. Dimana, batu tersebut konon katanya sebagai tempat diletakkannya mayat orang pertama yang mendiami wilayah tersebut.

Setelah orang pertama Pattae ini meninggal dunia, dibawalah dia ke batu tersebut, dan diletakkan diantara dua batu yang masyarakat Pattae di kampung Pappandangan menyebutnya sebagai “Pandan dao batu ” (meletakkan diatas batu) selama 3 hari. Kemudian, Jasad orang pertama tersebut lalu diarak ke tempat dimana ke 7 anaknya menetap atau biasa disebut “tau pitu” (7 orang).

Demikian 5 situs dari batu yang menjadi jejak kehidupan masyarakat suku Pattae pada masa lampau. situs ini sebagian besar masih ada dan menjadi ikon masing daerah dimana batu tersebut berada. Ke 5 situs batu tersebut, juga telah tercatat di Dinas Pariwisata dan Budaya Sulawesi Barat. [Tato]*

What do you think?

Pimpinan Ponpes DDI Al-Ihsan Kanang Raih Gelar Doktor di UIN Alauddin Makassar

Opini: Apa Kabar Konvensi Politik Batetangnga?