Tradisi Kelahiran Anak Pertama Suku Pattae

Pelaksanaan Tradisi anak pertama yang dilakukan salah satu warga Sulewatang di Surukan, Pinrang, Sulawesi Selatan.
Pelaksanaan Tradisi anak pertama yang dilakukan salah satu warga Sulewatang di Surukan, Pinrang, Sulawesi Selatan.

Tradisi Anak Pertama | Masyarakat Indonesia memang dikenal banyak orang dengan adat istiadat (tradisi) yang masih bersifat tradisional. Mereka melakukan kebiasaan tersebut, tentunya memiliki nilai filosofi antara alam dan manusia.

Melestarikan tradisi leluhur, salah satu warga Sulewatang, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan tradisi lahirnya anak pertama Surukan. Selasa 24 Desember 2019.

Berangkat pada pukul 08:00 Wita pagi dari Sulewatang menuju sungai Surukan tempat pelaksanaan ritual. Sungai itu berada di daerah Indo Apping desa Benteng Paremba, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

Ritual itu dilakukan dengan terlebih dahulu membacakan do’a, atau masyarakat suku Pattae menyebutnya Mappamula. Awal ritual dilakukan dengan meletakkan berupa uang koin, daun siri, buah pinang yang sudah di belah menjadi tiga bagian, lalu di lapis sepotong daun pisang. Setelah itu, di letakkan di dekat pohon yang tumbuh di pinggir sungai Surukan.

Keluarga Makmur (40) dan istri Rabiatul Adawiah (25) beserta anak pertama mereka Aisyah (1), melakukan prosesi Tradisi Anak Pertama Surukan sebagai rasa syukur dan berharap anak pertama mereka terhindar dari hal-hal yang tak di inginkan.

Tradisi ini memang tidak diketahui siapa yang pertama kali menerapkannya, sehingga masyarakat mengikuti ritual tersebut. Namun, masyarakat suku Pattae di daerah Sulewatang meyakini hal tersebut sebagai tradisi turun temurun dari nenek moyang-nya yang mesti dilestarikan.

Ibu Hasmia (70) yang akrab disapa Tante Cammi, baru melakukan tradisi anak pertama surukan ini pada tahun 1990. “Saya sudah lima kali pergi ke Sungai Surukan itu” ungkapnya saat dihubungi kontributor Pattae.com via Telefon.

Pua Sama Ida (76) sebagai Sando (pemangku adat), berharap tradisi Anak pertama di Sungai Surukan ini selalu lakukan. Melestarikan tradisi lanjutnya, Agar anak cucu mengenal tradisi nenek moyang-nya.

Mengingat umur dan kondisi Pua Sama yang sudah tua, ia pun berharap ada yang bisa menggantikan-nya sebagai juru kunci pelaksanaan ritual anak pertama di sungai Surukan.

Bahan Sesajen Tradisi Anak Pertama

Prosesi menghanyutkan Bala Suji beserta isinya di Sungai Surukan dalam ritual anak pertama suku Pattae

Dalam pelaksanaan ritual, tentu membutuhkan “sesajen” sebagai simbol persembahan kepada sang penguasa alam. Begitu pun dengan Tradisi Anak Pertama Surukan suku Pattae.

Adapun bahan yang harus di sediakan pada pelaksanaan tradisi anak pertama Surukan, antara lain; telur ayam kampung sepuluh butir, beras, Sokko dari beras ketan tiga warna (Merah, Putih, Hitam).  Terdapat juga Putti Barangan (Pisang), Benang Putih, Kaciq (kain kafan), Daun Bolu (daun siri), Kalosi (buah Pinang), kapuq (kapur), Daun baru, Kamannyang (dupa), Manuk cellaq (ayam kampung merah) dan Bala Suji.

Manuk cellaq wajib di potong di sekitar sungai Surukan. Kemudian kedua paha sampai kaki ayam yang sudah di sembelih tersebut, di masukkan ke dalam Bala Suji. Lalu sisa-nya, di masak untuk dimakan bersama sanak keluarga.

Bala Suji yang sudah di isi kedua paha kaki ayam, beserta Daun baru, putti barangan, sokko ketan merah, Hitam, dan Sokko Putih diatasnya ada telur ayam kampung.

Adapun telur ayam kampung yang diperlukan dalam tradisi ini ialah: Empat butir telur mentah dan Enam butir telur yang sudah di rebus.

Setelah semua yang diperlukan sudah ada dalam Bala Suji, kemudian ditutup dengan kain kafan. Setelah itu, diangkat ke tepi sungai dan di ikuti Anak Pertama dan kedua orang tuanya.

Sesampai di tepi Sungai Surukan, pas di bawah pohon yang berumur ratusan tahun. Pua Samaida, sebagai Sando pun, mengambil alih dalam prosesi ritual tradisi Anak Pertama Surukan ini.

Wajah kedua orang tua serta anak pertama dalam prosesi itu, dibasuh sebanyak tiga kali menggunakan air Sungai Surukan. Kemudian Sando menghanyutkan Bala Suji ke Sungai, beserta isinya.

Acara tradisi Anak Pertama Surukan ini, di akhiri dengan membacakan Do’a dan makan bersama sanak keluarga yang hadir.[Endi]*