Yulianti Tetap Berjuang Hidup Ditengah Kesulitan Ekonomi Bersama Sang Ibu

Yulianti (17) hidup berdua bersama ibunya Sukma Damayanti (45) dirumah yang sangat sederhana tanpa listrik
Yulianti (17) hidup berdua bersama ibunya Sukma Damayanti (45) dirumah yang sangat sederhana tanpa listrik. Foto: Sulfa Raeni

Kisah Yulianti (17) hidup berdua bersama ibunya Sukma Damayanti (45) dirumah yang sangat sederhana tanpa listrik, di Dusun Empat Talise Desa Tapango Kecamatan Tapango Kabupaten Polewali Mandar, Senin (18/1/2021).

Aktivitas Yulianti dan ibunya setiap hari mencari buah kapuk di hutan sebagai mata pencaharian. Memenuhi kebutuhan bertahan hidup seperti beras dan membeli minyak tanah untuk pelita (Sulo) sebagai penerang di malam hari.

Dari hasil penjualan kapuk di hutan yang ia kumpulkan, per karung di nilai 40 ribu dalam waktu pengumpulan 4 sampai 7 hari lamanya.

Untuk membayar biaya beras dan pinjaman lainnya, Yulianti dan ibunya harus  mengumpulkan sebanyak-banyaknya Kapuk, hanya untuk menutupi hutang.

Untuk ke pasar, Yulianti bersama ibunya harus menempuh jarak kilometer dari Tapango ke pasar Pelitakan dengan berjalan kaki sambil membawa buah kapuk yang diletakka diatas kepalanya.

Begitu juga ketika minyak tanah untuk pelita habis. Mereka harus pergi membeli minyak tanah ke pasar Pelitakan yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya.

Yulianti yang sedang duduk di Bangku SMAN 1 Tapango, mengaku bercita-cita sebagai Tentara agar bisa berjuang antara hidup dan mati.

Dimasa Pandemi, ia mengaku sangat kesulitan pasalnya Yulianti tidak memilik HP, sehingga, dia biasa meminta tolong kepada temannya agar tetap ikut proses pembelajaran Daring (Dalam Jaringan). Namun, sekarang sudah ada sosok Dermawan yang memberikan Hp untuk memudahkan Yulianti dalam proses belajar Daring.

Terkadang juga ia harus menanggung sakit dan pedih di area mata dan hidung, karena di malam hari saat Yulianti Belajar, ia hanya bisa mengandalkan pelita sebagai penerang di malam hari.

Selain itu, saat musim buah Kapuk berlalu. Yulianti beralih sebagai buruh tani, pembersih lahan coklat berhektar-hektar  milik orang lain dengan upah 25rb.

Bukan hanya itu, mencari barang bekas atau botol plastik untuk dikumpulkan juga ia lakoni untuk menghasilkan uang. Yilianti mengatakan, asalkan halal, ia mengaku tidak malu melakukan pekerjaan sebagai “pemulung”.

Dengan kondisi rumah yang belum layak huni, akibat bangunan rumah dari bantuan pemerintah (beda rumah) berhenti. Ia dan ibunya tak mampu membiayai pekerja (tukang) sehingga rumah yang dihuni apa adanya. Dinding cuma stengah tiang dan selebihnya tertutupi menggunakan tarpal dan bambu sebagai penopang.

Luas rumah kira-kira 6×6 cuma ada ruang tamu dan dapur yang juga sekaligus tempat tidur Yulianti dan Ibunya Sukma Damayanti.