Jembatan penghubung di Desa Tapua, Kecamatan Matangnga, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, hanyut diterjang banjir bandang pada 22 Mei 2025 lalu. Sudah tujuh bulan berlalu, namun hingga hari ini warga masih bergantung pada rakit bambu sebagai satu-satunya sarana penyeberangan.
Rakit tersebut dibangun secara gotong royong oleh anggota Kodim 1402/Polman bersama masyarakat beberapa hari setelah jembatan utama hilang diterjang arus. Meski membantu aktivitas sehari-hari, kondisi rakit dinilai jauh dari kata aman, terutama bagi anak-anak sekolah yang harus menyeberang setiap pagi.
Melihat kondisi itu, Anggota DPRD Sulawesi Barat, Irfan Pahri, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa jembatan Tapua harus segera menjadi prioritas pembangunan karena menjadi akses vital bagi pendidikan dan roda ekonomi masyarakat.
“Kami sangat berharap jembatan di Desa Tapua bisa masuk dalam rencana pembangunan 300 ribu jembatan yang dicanangkan pemerintah pusat. Ini sesuai janji Presiden. Keselamatan anak-anak sekolah dan masyarakat di Tapua harus menjadi prioritas,” ujar Irfan Pahri.
Menurutnya, penantian warga sudah terlalu panjang. Infrastruktur dasar seperti jembatan tidak boleh dibiarkan dalam kondisi darurat selama berbulan-bulan.
“Rakit bambu itu hanya solusi sementara. Pemerintah daerah dan pusat harus bergerak cepat. Jangan sampai terjadi hal yang tidak kita inginkan,” tegasnya.
Sementara itu, warga Tapua berharap pembangunan jembatan segera direalisasikan. Rakit bambu yang mereka gunakan mulai sering rusak akibat arus sungai yang kuat, sehingga mengganggu aktivitas sekolah, pengangkutan hasil kebun, hingga suplai kebutuhan pokok.
Pemerintah desa dan masyarakat setempat menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung proses pembangunan kapan pun pemerintah provinsi maupun pusat menetapkan jadwal pengerjaan.[*]



