Jarang Ngantor, 5 ASN...

Polewali Mandar Lima Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman)...

DPRD-Pemkab Polman Sahkan APBD...

Polewali Mandar Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar resmi menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran...

Mobil Pembawa Uang Rp5,2...

Polewali Mandar Sebuah mobil boks milik perusahaan Swadaya Sarana Informatika (SSI) yang mengangkut uang...

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah,...

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan...
HomeTravelingBudayaMimala Pakka, Tradisi...

Mimala Pakka, Tradisi Suku Pattae yang Dilaksankan 10 Tahun Sekali

Mimala Pakka, adalah sebagian kecil dari banyaknya tradisi/budaya Indonesia yang masih dipegang erat masyarakat yang terhimpun dari keberagaman sukunya. Baik yang bersifat Pamali, maupun kepercayaan atau ritual-ritual tolak bala lainnya.

Polewali Mandar, salah satu daerah yang memiliki beragam suku/etnis, yang masih memegang erat tradisi nenek moyang mereka hingga kini. Sebut saja suku Pattae.

Suku Pattae, khusunya di daerah kampung Kunyi Kecamatan Anreapi, Polewali Mandar, terdapat tradisi turun temurun yang disebut “Mimala Pakka”. Tradisi ini merupakan warisan para leluhur suku Pattae (Aluk Todolo) yang ada di Desa Kunyi.

Proses ritual ini dilakukan sebagai bentuk tolak bala, agar terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan. Baik dalam kehidupan sosial, maupun menyangkut soal ekonomi masyarakat seperti dalam bercocok tanam. Masyarakat Pattae berharap agar terhindar dari berbagai macam jenis hama dan dilimpahkan hasil pertaniannya

Tradisi turun-temurun suku Pattae ini, tidak seperti tradisi lainnya. Khusus pada pelaksanaan ritual Mimala Pakka, dilakukan saat momen-momen tertentu saja yaitu 10 tahun sekali.

Berikut penjelasan singkat tentang apa itu Mimala Pakka yang hingga kini masih dipercaya dan dilaksanakan oleh masyarakat suku Pattae khususnya di Kampung Kunyi.

Apa itu Tradisi Mimala Pakka ?

Tradisi tersebut merupakan kebiasaan turun-temurun masyarakat Pattae yang menganut kepercayaan leluhur nenek moyang mereka (Aluk Todolo). Ritual ini bertujuan memberikan sesembahan kepada sang dewata (Tuhan) agar tanaman masyarakat nantinya, dapat terjaga dengan baik dan mendapatkan hasil yang melimpah.

Ritual Mimala Pakka juga diyakini sebagai bentuk pengakuan salah yang dilakukan masyarakat terhadap alam. Sehingga, dilakukan ritual tersebut sebagai permohonan ampunan kepada sang pemilik alam dan kehidupan (sang Dewata/Tuhan).

Bentuk salah yang dimaksud, yaitu saat kondisi produksi pertanian masyarakat mengalami penurunan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka dilakukanlah ritual Mimala Pakka. Tujuan dilaksanakannya ritual tersebut agar nantinya, rezeki petani dari hasil produksi pertanian dapat melimpah.

Ritual Mimala Pakka masyarakat Pattae Kunyi, biasanya dilakukan 10 tahun sekali. Itu pun bila syarat dan ketentuan dilaksanakannya ritual sudah terpenuhi.

Bentuk pelaksanaan ritual ini sangat unik, sebab mengorbankan binatang ternak sebagai persembahan pada sang dewata. Berikut penjelasan singkat tentang bentuk pelaksanaan ritual yang dilakukan tiap 10 tahun sekali tersebut.

Bentuk Mimala Pakka

Bentuk Mimala (ritual meminta perlindungan pada sang dewata) tersebut, hampir sama dengan bentuk Mimala lainnya dalam tradisi masyarakat suku Pattae. Mulai dari prosesnya, hingga sebab dilaksanakannya.

Mimala Pakka sendiri dalam masyarakat suku Pattae, dikenal sebagai Ritual Mattallu Rara, dengan menyediakan persembahan darah dari tiga spesies hewan pada prosesi ritualnya. Hal ini menjadi pembeda diantara bentuk ritual Mimala lainnya yang dilestarikan oleh masyarakat suku Pattae.

Tiga jenis hewan ternak yang akan diambil darahnya berupa, Ayam, Anjing dan Babi. Ketiga darah hewan ini kemudian di masukkan kedalam wadah yang terbuat dari bambu menyerupai bentuk gelas namun agak memanjang.

Jenis Mimala dalam Masyarakat Suku Pattae

Jenis mimila lain yang sering dilaksanakan oleh masyarakat suku Pattae adalah Mimala Tondok. Mimala ini merupaka ritual meminta restu kepada To Mapakande Tomitongko (sang penunggu langit).

Bentuk Mimala yang lain disebut, Mimala Mattamba Bulung. Ritual ini dilakukan saat tanaman kebun warga mulai tumbuh, atau di tandai dengan mulainya menguning tanaman Padi. Mimalaq Matamba Bulung ini dilaksanakan berterut-turut selama 3 Tahun.

Dari tiga Jenis tradisi Mimala (Pakka, Tondok, dan Mattamba Bulung ) masyarakat suku Pattae. Dimungkinkan, masih banyak jenis Mimala lainnya yang belum di perkenalkan ke publik. Sebab, ritual semacam ini banyak di tentang masyarakat karena dianggap musyrik (menduakan Tuhan).

Bila ingin menelisik lebih jauh ritual-ritual tersebut, pembaca baiknya mendatangi langsung masyarakat suku Pattae di bagian pedalaman. Agar mendapatkan informasi secara lengkap. Disini, penulis hanya menyajikan informasi awal mengenai ritual aluk todolo suku Pattae.[*]

Get notified whenever we post something new!

spot_img

Kirim Tulisan Anda

Bagi anda yang ingin tulisan nya dipublis di laman pattae.com, silahkan kirim ->

Continue reading

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah, Proyek TPST di Paku Jadi Sorotan

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, jadi sorotan. Bangunan senilai Rp 3,7 miliar itu berdiri di atas tumpukan sampah plastik bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pantauan...

ICMI Sulbar “Go To Kampus” ke Institut Hasan Sulur Bahas Filantropi Islam di Era Digital

Polewali Mandar Ikatan Cendekia Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Sulawesi Barat menggelar kegiatan “ICMI Go To Kampus” di Institut Hasan Sulur, Kamis (23/10/2025). Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mempererat sinergi antara dunia akademik dan organisasi intelektual Muslim, khususnya dalam...

MK Putuskan Masyarakat Adat Tak Perlu Izin Usaha untuk Berkebun di Kawasan Hutan

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masyarakat adat tidak wajib mengantongi perizinan berusaha dari pemerintah pusat jika ingin berkebun di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut tidak ditujukan untuk kepentingan komersial. Dalam amar Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK,...

Enjoy exclusive access to all of our content

Get an online subscription and you can unlock any article you come across.