Jarang Ngantor, 5 ASN...

Polewali Mandar Lima Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (Polman)...

DPRD-Pemkab Polman Sahkan APBD...

Polewali Mandar Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar resmi menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran...

Mobil Pembawa Uang Rp5,2...

Polewali Mandar Sebuah mobil boks milik perusahaan Swadaya Sarana Informatika (SSI) yang mengangkut uang...

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah,...

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan...
HomeTravelingBudayaTradisi Mangngonggo Masyarakat...

Tradisi Mangngonggo Masyarakat Pattae dan Musim Buah

Tradisi Mangngonggo masyarakat Pattae, biasanya dilakukan saat musim buah tiba. Pada tradisi tersbut, Masing-masing warga mengumpulkan hasil panen buah yang berkualitas.

Masyarakat suku Pattae’ yang hidup di bagian barat pulau Sulawesi, dikenal bukan hanya memiliki musim hujan, kemarau, dan musim kawin. Ada juga musim yang disebut musim buah-buahan.

Musim buah-buahan diwilayah tersebut biasanya, tiba saat terjadinya proses transisi, antara berahkirnya musim kemarau dan datangnya musim hujan. Kira-kira seperti itu.

Datangnya musim buah, tentu menjadi kesyukuran tersendiri bagi sebagian besar masyarakat Pattae. Salah satu bentuk kesyukuran datangnya musim buah, bagi masyarakat Pattae, yaitu dikenal dengan tradisi “Mattammu Buah” atau ucapan rasa syukur, sekaligus menyambut datangnya musim buah-buahan.

Selain tradisi “Mattammu buah”, ada juga tradisi yang sering dilakukan oleh masyarakat Pattae setiap kali musim buah tibah, dan biasanya dilakukan pada pertengahan atau penghujung musim buah. Tradisi tersebut, oleh masyarakat Pattae disebut sebagai “Onggo” atau “Mangngonggo”.

Apa itu Tradisi Mangngonggo ?

Tradisi Mangngonggo adalah sebuah istilah masyarakat Pattae pada zaman kekerajaan, yaitu “Onggo” yang artinya adalah suatu pemberian upeti kepada penguasa atau Raja.

Kemudian, istilah ini berganti makna menjadi suatu sedekah dari hasil panen buah, pasca sistem upeti dihentikan oleh pihak kerajaan Binuang.

Baca juga: (Terdapat Dua Versi Sejarah Terbentuknya Kampung Kanang).

Menurut para Tomakaka, pada masa kekerajaan Binuang, “Mangngonggo” atau “Onggo” terdapat dua macam bentuk.

Pertama merupakan bentuk rasa syukur kepada sang Khaliq (Dewata) yang memberikan rezeki buah, “Onggo” ini disebut sebagai “Onggo Baca”. Bentuk tradisi ini sudah tidak dilaksanakan pasca masuknya pengaruh-pengaruh Islam.

Bentuk Kedua, disebut sebagai “Onggo Kasiwan”, yaitu pemberian kepada sang Raja sebagai bentuk sedekah atau bahasa orang pattae “Massidakkah” dari hasil panen buah.

Meskipun sudah sedikit berubah, kebiasaan turun-temurun ini masih berlaku hingga sekarang. Ketika musim buah tiba, Tradisi ini akan dilakukan ketika ada kegiatan besar desa, atau masyarakat kedatangan tamu kehormatan dari luar seperti Bupati, Gubernur, dan tamu kehormatan lainnya.

Bagi masyarakat yang memiliki reziki buah-buahan yang melimpah di kebun-kebun warga, maka sudah sepatutnya, atau berhak memberikan sedikit rezekinya (Mssidakkah) dalam kegiatan “Mangngonggo”.

Tradisi “Mangngonggo” ini tidak berlaku bagi semua masyarakat Pattae. Hal ini hanya di berlaku untuk masyarakat yang mendapat rezeki berupa buah-buahan disetiap musim buah tibah, itu pun tidak ada paksaan.

Karena kegiatan ini telah mendarah daging atau sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat suku Pattae. Kegiatan “Mangngonggo” pun terus dilakukan untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai adat suku Pattae.

Begitulah penjelasan singkat tentang adanya tradisi “Onggo” atau Mangngonggo” yang berkaitan dengan musim buah-buahan. Jadi, mari kita menikmati dan mensyukuri karunia tuhan yang telah diberikan diatas tanah Pattae yang Mala’biq.(*/)

Sekian, wassalam.!

Get notified whenever we post something new!

spot_img

Kirim Tulisan Anda

Bagi anda yang ingin tulisan nya dipublis di laman pattae.com, silahkan kirim ->

Continue reading

Dibangun Diatas Tumpukan Sampah, Proyek TPST di Paku Jadi Sorotan

Polewali Mandar Proyek pembangunan Hanggar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, jadi sorotan. Bangunan senilai Rp 3,7 miliar itu berdiri di atas tumpukan sampah plastik bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pantauan...

ICMI Sulbar “Go To Kampus” ke Institut Hasan Sulur Bahas Filantropi Islam di Era Digital

Polewali Mandar Ikatan Cendekia Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Sulawesi Barat menggelar kegiatan “ICMI Go To Kampus” di Institut Hasan Sulur, Kamis (23/10/2025). Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam mempererat sinergi antara dunia akademik dan organisasi intelektual Muslim, khususnya dalam...

MK Putuskan Masyarakat Adat Tak Perlu Izin Usaha untuk Berkebun di Kawasan Hutan

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masyarakat adat tidak wajib mengantongi perizinan berusaha dari pemerintah pusat jika ingin berkebun di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut tidak ditujukan untuk kepentingan komersial. Dalam amar Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK,...

Enjoy exclusive access to all of our content

Get an online subscription and you can unlock any article you come across.