Melestarikan Tradisi Mappadendang, Bentuk Syukur Masyarakat Tandakan

Warga Tandakan Melestarikan Tradisi Mappadendang
Tradisi Mappadendang

Adrenalin terpacu saat matahari pagi menyambut, dengan mengendarai motor Vespa, aku melaju lumayan kencang, beberapa perkampungan terlalui, hingga tiba di lokasi warga melestarikan tradisi Mappadendang suku Pattae. Segala imajinasi pun bersarang di otak, mengawan-awan. Rasa penasaran semakin memenuhi batin.

Yah, ini pengalaman pertamaku, di akhir pekan, tepatnya pada Minggu 21 Maret 2021. Mengunjungi tradisi adat suku Pattae yang disebut Mappadendang, di Lingkungan Tandakan, Kelurahan Amassangan, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Berbondong-bondong masyarakat menuju titik lokasi, perhelatannya di tepi sawah, lumayan berjarak dari pemukiman warga.

Suara lesung berbunyi, diiringi dengan keseruan, rona bahagia masyarakat tergambar jelas, hingga lesung yang dipaketkan dengan penumbuk begitu sepadan.

Semakin lama, masyarakat kian bersemangat, bergantian menumbuk. Tak hanya kalangan tetua kampung, anak-anak remaja pun diberi ruang, untuk terlibat melestarikan tradisi Mappadendang para leluhurnya.

Mappadendang sendiri merupakan proses penumbukan gabah, hingga menjadi beras menggunakan lesung. Tradisi ini di lakukan para petani yang ada di Kelurahan Amassangan setiap tahunnya.

“Acara seperti ini adalah acara leluhur nenek moyang kami. Ini yang menjadi turun-temurun terawat, demi mewariskan kepada cucu-cucu kami, sebagai generasi pelanjut nantinya. Acara seperti ini telah dijadikan agenda tahunan.” papar Abd Majid selaku kepala lurah Amassangan.

Tradisi Mappadendang merupakan bentuk syukur petani atas rezeki yang diberikan sang maha pemberi rezeki, Allah SWT kepada masyarakat Tandakan.

“Acara seperti ini bisa menambah rasa syukur  masyarakat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. karena berlimpahnya reski dari hasil pertanian, yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,” kata Abd.Majid.

Proses Mappadendang dilakukan baik perempuan, maupun laki-laki. Adapun aturan mainnya yaitu, Perempuan berada di tengah, dan menumbuk gabahnya. Sedangkan laki laki mengapit, dan memukul lesung di masing-masing sudutnya.

“Posisi menumbuk, tampak di tengah adalah perempuan, sedangkan diujung kiri dan kanan lesung, harus laki-laki yang menumbuk lesung,” ujar Hapi, pemangku adat lingkungan Tandakan.

Foto: Karmila Bakri / Pattae.com

Perempuan yang berada di tengah berjumlah empat orang, dan laki-laki berada di samping berjumlah enam orang. Tiga di samping kanan, dan tiga di samping kiri.

Perempuan yang berada di tengah terus berganti-ganti, dengan memakai kostum tradisional, baju Bodo dengan warna berbeda di setiap pergantiannya.

Penumbuk perempuan pertama menggunakan warna putih, kedua warna hitam,ketiga warna hijau, keempat warna kuning, dan yang terakhir berwarna merah. Setiap pergantian penumbuk perempuan, penumbuk laki-laki pun saling bergantian. Mereka menumbuk, tentu dengan ketukan yang sesuai aturan. Tidak serta merta asal numbuk.

Adapun di setiap warna baju yang dikenakan, tersimpan maksud dan simbolnya masing- masing. Bunyi yang dihasilkan tumbukan di lesung, menghasilkan irama-irama musik. Sangat merdu terdengar.

Nampak laki-laki berada di sudut kiri dan kanan lesung, saling menyemangati perempuan, agar tetap konsentrasi menumbuk gabah.

Berjam-jam, silih berganti masyarakat maju untuk menumbuk, suasana riuh nan asyik nampak di wajah para khalayak.

Selain masyarakat setempat, hadir pula Camat Binuang, dan perangkat desa. Turut menikmati sajian tradisi Mappadendang.

Ternyata tidak hanya petani yang berdomisili di Tandakan yang mendominasi. Namun masyarakat diluar Tandakan pun turut hadir.

Acara tradisi Mappadendang adalah salah satu warisan budaya leluhur masyarakat Pattae, hingga sekarang masih dijaga dan dilestarikan.

Tradisi Mappadendang tahun ini telah selesai, sampai jumpa di tahun depan, aku pun kembali bergeser, dalam benak memanjatkan harapan dan do’a.

Semoga kebahagiaan masyarakat menghelat tradisi Mappadendang, seiring dengan peningkatan hasil bumi melimpah. Para petani mampu sejahtera dalam mengelola hasil bumi, anak-anak petani mampu mengakses pendidikan. Yah, semoga harga pupuk, gabah, dan barang komoditi lain tidak mencekik.