Tradisi Gotong Royong yang Sudah Mulai Hilang di Masyarakat Pattae

Sumber Foto Candriko Pratisto www.goodnewsfromindonesia.id tahun 2017

PATTAE.com | Setiap daerah tentu memiliki tradisi atau kebiasaan dalam menjalani kehidupan, seperti gotong royong dan lain sebagainya. Hal ini tentu masih banyak di temukan di pelosok-pelosok kampung/desa, dimana warga kampung masih memegang erat tradisi yang berlangsung secara turun temurun dalam kehidupan bermasyarakat.

Zaman bergerak, tentu menemukan berbagai perubahan, seperti halnya tradisi yang kini sudah mulai terkikis sedikit demi sedikit karena perkembangan pola hidup masyarakat, dimana warganya sudah mulai di pengaruhi oleh budaya-budaya masyarakat perkotaan yang telah lama meninggalkan tradisi kampung menuju masyarakat modern.

Ada dua faktor yang mempengaruhi perubahan tradisi masyarakat yaitu faktor eksternal dan internal masyarakat itu sendiri.

Kedua faktor tersebut, yang paling menentukan adalah faktor internal. Jadi, internal masyarakat itu sendiri lah yang menentukan, berubahnya suatu tradisi, atau tidak.

Pada kesempatan ini, saya akan mencoba menguraikan beberapa tradisi masyarakat pattae’ yang dulunya dikerjakan secara bersama-sama, dan sekarang ini sudah mulai di tinggalkan.

Ma’pakede surapo

Tradisi ini biasanya dilakukan pada saat-saat tertentu seperti awal-awal memasuki acara perkawinan (Mappabotting), dimana kerjasama antar warga terlihat jelas di rangkaian kegiatan tersebut. Surapo merupakan tenda pesta pernikahan.

Kebersamaan warga ini terlihat pada saat mendirikan tenda pesta, dimana ada yang beramai-ramai mengambil pohon mambu sebagai bahan utama mendirikan tenda pesta, ada juga yang mengambil balok dan papan untuk tempat pengantin kala pesta di laksanakan, dan lain sebagainya.

Kerja kolektif tidak bisa lepas dari pemandangan ini. Baik kaum muda, orang tua, maupun anak-anak, laki-laki dan perempuan terlibat dalam kerja sama pada rangkaian ma’pakede surapo tempat pesta pernikahan nantinya.

Tradisi ini sudah mulai terkikis karena adanya tenda pesta perkawinan yang lebih simple, dan cukup mengeluarkan biaya sewa tanpa harus menggerakkan warga setempat.

Tenda simple ini terbuat dari besi yang sudah di setting sebelumnya, sehingga lebih muda dan tidak memakan banyak tenaga manusia untuk mendirikan tenda pesta pernikahan nantinya.

Mappalette Banua

Sama hal nya dengan tradisi suku Bugis, yaitu Mappalette bola, dimana masyarakat etnis pattae’ juga melakukan hal yang sama yang disebut sebagai Mappalette banua.

Mappalette Banua (memindahkan rumah) ini biasanya dilakukan ketika ada salah satu warga yang hendak memindahkan rumahnya dari lokasi lama ke lokasi yang baru.

Untuk melakukan mappalette banua ini, tentu membutuhkan tenaga yang banyak, maka dari itu, mau tidak mau, kebersamaan harus di junjung tinggi disini.

Mappalette banua ini biasa dilakukan pada hari jum’at, dimana pada hari itu semua warga setempat melakukan shalat jum’at secara berjamaah dan untuk lebih memudahkan menyebar informasi jika ada salah satu warga yang meminta pertolongan dalam hal memindahkan rumah.

Pasca shalat jumat dilaksanakan, warga berbondong-bondong menuju lokasi rumah panggung yang akan di pindahkan. Disini terlihat persatuan, dan kerja sama yang luar biasa.

Tradisi ini juga mulai hilang, dan bahkan sudah tak Nampak lagi dikarenakan bangunan rumah sekarang tak berbentuk rumah panggung, telah berubah bentuk menjadi rumah tembok (banua tembo).

Makkisaro

Ma’Pakandesaro ini juga merupakan tradisi dimana melibatkan banyak orang didalamnya, yang merupakan kebiasaan turun temurun suku pattae’ sampai sekarang. Meski sudah mulai mengalami pergeseran, tradisi ini masih terlihat di beberapa tempat.

Mapakande Saro ini adalah suatu bentuk kegiatan kerja sama yang dapat ditemukan dalam hal tertentu seperti pada musim menanam padi, merapikan rumput di kebun (mambela), Ma’rondon Banua dan sebagainya

Mamikaju

Tradisi ini biasanya serangkaian dengan tradisi Ma’pateka Doa dan Mappabotting. Mengadakan suatu tradisi besar dalam masyarakat kampung, tentu memerlukan persiapan berupakan penyediaan makanan, dan lain sebagainya.

Mamikaju (mengambil kayu bakar) merupakan tradisi dan persiapan awal dari acara besar tersebut, dimana masyarakat akan beramai-ramai mengambil kayu untuk salah satu kerabat yang akan akan menyelenggarakan acara.

Kayu merupakan bahan utama untuk memasak makanan, sehingga membutuhkan banyak bahan bakar seperti kayu untuk memasak. namun, sekarang ini sudah hilang karena ada yang lebih simple, cukum menyediakan tabung gas LPG kita sudah bisa memasak.